Suara.com – Sebuah persinggahan nelayan Indonesia ditemukan di sebuah pulau di Australia Barat menimbulkan kekhawatiran mengapa hal tersebut tidak mampu terdeteksi oleh Pasukan Perbatasan Australia.
Tumpukan sampah dan bangkai hiu yang sudah dikuliti ditemukan di Pulau Niiwalarra atau Pulau Sir Graham Moore Island yang berada di lepas pantai Kimberley, sekitar 2.800 km utara Perth dan 1.300 km arah barat Darwin.
Seorang kapten kapal veteran, Steve Hinge, terkejut saat dia menemukan bangkai hiu dan sampah saat berkunjung ke pulau tersebut bulan Mei bersama istrinya.
“Sampah ini jelas dari Indonesia. Ada bungkusan produk buatan Jakarta dan sampah ini semuanya bertuliskan dalam bahasa Indonesia,” katanya.
Baca Juga:
Tinggi Gelombang Capai 5 Meter, Wisatawan dan Nelayan Dilarang Mendekati Kawasan Pantai Selatan Cianjur
“Mereka pasti berada di sana selama beberapa hari, karena terlihat ada bekas api unggun di pantai, potongan ikan kering di bebatuan, dan struktur kemah yang sudah dirobohkan.
“Saya sangat khawatir mereka bisa masuk begitu dekatnya ke perairan kita.”
Steve melaporkan penemuan tersebut kepada pihak otoritas federal di bulan Mei, namun belum mendengar keterangan apa pun sampai sekarang.
Australian Border Force (ABF) tidak memberikan jawaban mengenai persinggahan gelap tersebut.
Namun dalam pernyataannya mengaku jika pihak berwenang tidaklah selalu bisa melakukan tindakan terhadap semua laporan yang diterima.
Baca Juga:
Nasib 5 Nelayan Asal Padang Setelah 31 Jam Terombang-Ambing di Laut Pesisir Selatan, Kapal Mati Mesin
“Lewat Komando Perbatasan Maritim, ABF secara teratur melakukan koordinasi patroli di seluruh bagian utara Australia, termasuk lokasi seperti Pulau Sir Graham Moore,” kata ABF.
“Kami mendesak komunitas yang menyaksikan hal yang mencurigakan mengenai kegiatan berhubungan dengan perbatasan melaporkan ke borderwatch.gov.au.”
Pulau dengan sejarah unik
Nelayan asal Indonesia sudah mendatangi pulau ini selama ratusan tahun, dengan bukti-bukti arkeologi menunjukkan adanya proses produksi teripang di pantai tersebut dalam jumlah besar di tahun 1800-an.
Suku Kwini, penduduk Aborigin di pulau ini sudah lama bergaul dengan nelayan asing yang mendatangi pulau tersebut selama berabad-abad.
Pulau tersebut sekarang menjadi bagian dari Taman Nasional Pulau Niiwalarra Islands National Park dan berada di dalam kawasan Taman Laut Australia Barat.
Pulau itu berjarak ratusan kilometer dari lokasi di mana nelayan Indonesia bisa melakukan pencarian ikan secara tradisional yang diatur dalam Nota Kesepahaman antara Indonesia dan Australia.
Area ini masuk dalam perairan Australia di wilayah Laut Timor, di mana nelayan Indonesia boleh menggunakan cara tradisional untuk menangkap ikan.
Departemen Biodiversitas, Konservasi dan Atraksi (DBCA) mengatakan mereka melakukan patroli teratur di kawasan taman nasional dan akan berkunjung ke sana bulan depan.
“Staf juga akan melakukan survei pemantauan fauna secara rutin,” kata juru bicara DBCA.
“Pengunjung ke Niiwalarra harus menyadari bahwa berkemah di pulau tersebut adalah tindakan melanggar hukum dan mereka harus mengikuti aturan mengenai sampah dan pembuangan sampah.”
Dalam beberapa tahun terakhir ini, garis pantai Kimberley di Australia Barat semakin sering menghadapi penangkapan ikan ilegal.
Saat pandemi COVID-19, aktivitas kapal nelayan masuk ke perairan Australia juga semakin banyak.
Neil Thomson anggota parlemen di negara bagian Australia Barat mengatakan perlunya upaya untuk mencegah meningkatnya nelayan Indonesia yang mendekati perairan Australia, khususnya saat ini ketika terjadi wabah penyakit mulut dan kuku di Indonesia.
“Kita harus melakukan lebih banyak hal untuk menghentikan ini semua,” katanya.
“Sudah terjadi peningkatan tajam pencarian ikan ilegal di sepanjang pantai kita dan persinggahan itu menunjukkan betapa dekatnya mereka.
“
“Ini merupakan ancaman biosekuritas serius bagi kita, dampaknya pada lingkungan yang rentan, dan juga menimbulkan ancaman keamanan nasional.”
“
Jumlah kapal nelayan yang mencoba memasuki wilayah Australia diperkirakan akan menurun selama beberapa bulan ke depan karena datangnya musim hujan.
Namun tewasnya sembilan nelayan Indonesia bulan Februari lalu menunjukkan para nelayan tetap berusaha melakukan perjalanan berisiko untuk bisa menemukan teripang dan ikan.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
Artikel ini bersumber dari www.suara.com.