Pembaruan data terutama mencerminkan revisi naik untuk belanja konsumen dan investasi persediaan swasta yang sebagian diimbangi oleh revisi turun untuk investasi tetap perumahan, perkiraan kedua menunjukkan.
Penurunan produk domestik bruto (PDB) riil mencerminkan penurunan investasi persediaan swasta, investasi tetap perumahan, pengeluaran pemerintah federal, dan pengeluaran pemerintah negara bagian dan lokal, yang sebagian diimbangi oleh peningkatan ekspor dan belanja konsumen.
Impor, yang merupakan pengurang dalam perhitungan PDB, meningkat.
Dengan penurunan kuartal pertama sebesar 1,6 persen, pertumbuhan negatif kuartal kedua berturut-turut akan memenuhi definisi teknis resesi.
Desmond Lachman, rekan senior di American Enterprise Institute dan mantan pejabat di Dana Moneter Internasional (IMF), mengatakan kepada Xinhua sebelumnya bahwa penentuan resmi apakah negara tersebut telah memasuki resesi dibuat oleh Biro Riset Ekonomi Nasional yang mereka lakukan “hanya setelah penundaan beberapa bulan.”
“Revisi naik untuk permintaan yang mendasari dan pembacaan pertama dari sisi pendapatan melemahkan argumen bahwa ekonomi saat ini dalam resesi,” Jay Bryson dan Shannon Seery, ekonom di Wells Fargo Securities, menulis dalam sebuah analisis.
Pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) riil direvisi lebih tinggi setengah poin persentase ke tingkat tahunan 1,5 persen, kata mereka.
Namun demikian, Bryson dan Seery mencatat bahwa kelemahan kuartal kedua masih mencerminkan “perlambatan nyata” dalam kegiatan ekonomi, dan “kami memperkirakan ekonomi akan jatuh ke dalam resesi ringan pada awal tahun depan.”
Survei National Association for Business Economics (NABE) yang dirilis Senin (22/8/2022) menunjukkan sekitar seperlima panelis percaya Amerika Serikat sudah dalam resesi, sementara 47 persen memperkirakan resesi akan dimulai pada akhir 2022 atau kuartal pertama 2023.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com.