Sebuah perusahaan milik pemerintah China sedang bernegosiasi untuk membeli sebuah perkebunan yang memiliki pelabuhan laut dalam dan lapangan terbang di Kepulauan Solomon.
Delegasi dari China Forestry Group Corp. mengunjungi perkebunan yang mencakup sebagian besar Pulau Kolombangar itu pada tahun 2019, mengajukan pertanyaan tentang panjang dermaga dan kedalaman air namun menunjukkan sedikit minat pada pepohonannya, kata Australian Broadcasting Corp. (ABC), Senin (1/8).
Dewan Kolombangara Forest Products Ltd. (KFPL), yang mengelola perkebunan itu, menulis surat kepada pemerintah Australia yang baru terpilih pada bulan Mei untuk memperingatkan “risiko/ancaman strategis” yang ditimbulkan ke Australia seandainya penjualan itu terwujud. Sebagai informasi, sebagian besar saham perkebunan di Kepulauan Solomon ini dimiliki Australia dan Taiwan.
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia menulis kembali kepada dewan itu pekan lalu yang intinya mengatakan bahwa mereka tidak akan campur tanggan dalam masalah itu, kata ABC.
Kantor Menteri Luar Negeri Penny Wong mengatakan kepada Associated Press bahwa Australia terus berdialog dengan KFPL terkait rencana penjualan itu.
Komisaris Tinggi Australia di Honiara, Lachlan Strahan, telah berdialog secara teratur dengan manajemen KFPL dan akan terus memantaunya, kata kantor Wong dalam sebuah pernyataan. “Kami menghargai posisi kami sebagai mitra keamanan dan pembangunan pilihan pertama Kepulauan Solomon, dan kami berkomitmen untuk bekerja sama menghadapi tantangan bersama kita,” tambah pernyataan itu.
Ketua KFPL Matthew English mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia “tidak dapat mengomentari masalah komersial apa pun terkait dengan KFPL.”
Seorang pejabat KFPL, yang berbicara dengan syarat namanya dirahasiakan karena tidak berwenang untuk memberikan komentar publik, mengatakan, dewan itu ingin pemerintah Australia membuat penawaran atau memfasilitasi penawaran dari perusahaan Australia.
Kekhawatiran AS dan sekutu-sekutunya atas pengaruh China yang berkembang di Pasifik Selatan meningkat tahun ini setelah Beijing dan Kepulauan Solomon menandatangani pakta keamanan bilateral yang telah memicu kekhawatiran akan kehadiran militer China kurang dari 2.000 kilometer di lepas pantai timur laut Australia.
Australia telah memiliki perjanjian keamanan dengan Solomon dan polisi Australia telah menjaga perdamaian di ibu kota, Honiara, sejak kerusuhan akhir tahun lalu.
Perdana Menteri Solomon Manasseh Sogavare menegaskan bahwa China tidak akan pernah diizinkan untuk mendirikan pangkalan militer di negaranya.
Kantornya tidak menanggapi permintaan komentar pada hari Senin.
Seorang anggota parlemen Solomon, Silas Tausinga, yang pemilihnya berada di dekat Kolombangar, mengatakan bahwa China sangat berambisi menempatkan aset militernya di Kepulauan Solomon.
”Tentu saja, Australia harus khawatir tentang itu,” kata Tausinga kepada ABC. Pengaruh China telah berkembang pesat di Kepulauan Solomon sejak 2019, ketika Honiara mengalihkan keberpihakannya dari Taiwan ke Beijing. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.