Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno menilai penundaan kenaikan tiket masuk Taman Nasional Komodo hingga akhir 2022 yang telah diumumkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Senin (8/8) lalu, sebagai kebijakan yang telah menampung aspirasi publik.
“Ini adalah upaya konservasi dan pemulihan ekonomi yang dilakukan secara beriringan tentunya dengan mengedepankan dialog publik, menjaga narasi yang positif,” kata Sandiaga dalam Temu Media Mingguan awal pekan ini melalui akun YouTube Kemenparekraf.
Kemanparekraf, menurut Sandiaga, terus membuka ruang diskusi publik serta menampung masukan-masukan dari para pelaku wisata dan ekonomi kreatif di Labuan Bajo terkait kenaikan harga tiket tersebut, sehingga ada solusi yang menguntungkan bagi berbagai pihak terkait.
“Waktu yang akan kita gunakan lima hingga enam bulan ke depan ini akan kita pastikan komunikasi yang lebih baik, lebih efektif agar masyarakat betul-betul mengerti kebijakan yang seharusnya berpihak kepada kesejahteraan masyarakat,” papar Sandiaga.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu menyatakan berdasarkan hasil rapat dengan para pelaku wisata di Labuan Bajo, telah dicapai tiga kesepakatan yaitu penundaan kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo hingga akhir tahun 2022 dan tarif masuk Taman Nasional Komodo masih akan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan yaitu sekitar Rp150.000.
“Kemenparekraf, KLHK, Pemprov NTT, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan Taman Nasional Komodo (TNK) akan bersama-sama menyusun mekanisme dan pengawasan pelaksanaan dan tim pelaksanaan komunikasi publik sehingga meminimalisir miskomunikasi di media dan pada masyarakat,” jelas Vinsensius dalam kegiatan yang sama.
Tanggapan Pelaku Wisata di Labuan Bajo
Leo Embo, 41, pelaku wisata di Labuan Bajo, berharap kebijakan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo senilai Rp3,75 juta rupiah itu tidak sebatas ditunda tetapi dibatalkan hingga dilakukan pertemuan dengan seluruh pelaku wisata mengenai tarif ideal ke Pulau Komodo dan Padar.
Penetapan tarif masuk yang diberlakukan pada 1 Agustus lalu, menurut Leo, dilakukan secara sepihak oleh pemerintah tanpa mendiskusikannya dengan pelaku wisata di Labuan Bajo.
“Terkait penundaan itu bukan target kami. Target kami, harapan kami kemarin ini kan pemerintah secara terbuka mengatakan bahwa kenaikan angka tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu itu dibatalkan sambil menunggu ada perencanaan bersama, duduk bersama dengan pelaku pariwisata untuk membicarakan angka yang idealnya berapa,” kata Leo ketika dihubungi VOA, pada Selasa (9/8) petang.
Leo menjelaskan tiket masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar melalui Sistem Wildlife Komodo di aplikasi INISA yang dikelola PT Flobamor sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Nusa Tenggara Timur akan berdampak pada usaha agen perjalanan yang biasanya melayani antar jemput wisatawan di Bandar Udara dan Pelabuhan, sehingga ada kesan praktek monopoli wisata ke Pulau Komodo dan Pulau Padar.
“Kita khawatirkan itu menjadi monopoli karena travel-travel agen ini nanti sudah tidak bisa lagi akses langsung ke Taman Nasional Komodo. Jadi ketika mereka sudah menjual paket wisata ke Pulau Padar dan Pulau Komodo maka mereka harus membayar kontribusi ke PT Flobamor melalui aplikasi INISA itu,”Jelas Embo.
Menurut Leo, harga yang terlalu mahal itu dapat membuat menurunnya minat kunjungan wisata ke Labuan Bajo sehingga berdampak pada masyarakat yang bekerja sebagai pelaku wisata di wilayah itu. Padahal kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo tidak semata-mata untuk melihat Komodo, namun juga untuk aktivitas wisata di pantai dan perairan. [yl/em]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.