Mahkamah Agung Amerika Serikat tidak mengizinkan pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk menerapkan kebijakan yang memprioritaskan pendeportasian terhadap imigran ilegal yang dianggap memiliki ancaman terbesar pada keamanan masyarakat.
Perintah mahkamah yang dirilis pada Kamis (21/7) itu membuat kebijakan tersebut dibekukan secara nasional untuk sementara. Hasil pemungutan suara para hakim MA dengan perbandingan 5-4 itu diberikan oleh para hakim berhaluan konservatif, kecuali Hakim Agung Amy Coney Barrett yang satu suara dengan para hakim agung berhaluan liberal – Hakim Agung Sonia Sotomayor, Elena Kagan dan Ketanji Brown Jackson – yang akan mengizinkan pemerintahan Biden memberlakukan kebijakan tersebut.
MA juga mengumumkan akan mendengarkan argumen dalam kasus itu di akhir November.
Perintah MA itu menandai untuk pertama kalinya Hakim Agung Jackson memberikan suaranya setelah ia bergabung dengan majelis pada 30 Juni lalu, menyusul pensiunnya Hakim Agung Stephen Breyer.
Para hakim agung menanggapi permohonan darurat pemerintah AS kepada mahkamah menyusul keputusan berbeda yang dikeluarkan sejumlah pengadilan banding federal terkait arahan Departemen Keamanan Dalam Negeri pada bulan September tahun lalu yang menghentikan sementara deportasi, kecuali bagi orang-orang yang melakukan tindak terorisme, spionase atau “ancaman mengerikan terhadap keselamatan masyarakat.”
Pengadilan banding federal di Cincinnati awal bulan ini membatalkan perintah hakim distrik yang menunda kebijakan itu dalam gugatan yang diajukan negara bagian Arizona, Ohio dan Montana.
Akan tetapi, dalam gugatan terpisah oleh negara bagian Texas dan Louisiana, hakim federal di Texas justru memerintahkan penghentian kebijakan dan panel banding federal di New Orleans pun menolak turun tangan.
Perintah MA itu berujung pada “perombakan prioritas penegakan Cabang Eksekutif secara nasional, yang diberlakukan secara hukum,” tulis Wakil Jaksa Agung Elizabeth Prelogar dalam dokumen pengadilan. Prelogar adalah pengacara MA utama pemerintahan Biden.
Dalam dokumen MA, Texas dan Louisiana berpendapat bahwa kebijakan pemerintahan Biden melanggar hukum federal yang mewajibkan penahanan orang-orang yang ada di AS secara ilegal dan yang telah dihukum karena tindak pidana berat.
Kedua negara bagian itu mengatakan bahwa mereka akan harus menanggung beban biaya tambahan karena harus menahan orang-orang yang oleh pemerintah federal diperbolehkan tetap bebas di wilayah AS, terlepas dari catatan kriminal mereka.
Kebijakan yang diluncurkan Biden setelah dilantik sebagai presiden itu memperbarui kebijakan era Trump yang mengusir imigran ilegal tanpa peduli catatan kriminal ataupun ikatan komunitas mereka. [rd/rs]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.