Latvia dan Estonia menyatakan keluar dari forum yang didukung China yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Eropa Timur — sebuah langkah yang menunjukkan kemunduran baru bagi diplomasi China yang semakin agresif.
Sikap ini diambil menyusul usaha China meningkatkan hubungan dengan Rusia, yang invasinya ke Ukraina dipandang sebagai langkah pertama dari serangkaian tindakan yang mungkin diambil terhadap negara-negara yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet. China menolak untuk mengkritik Rusia dan mengecam sanksi-sanksi ekonomi yang dijatuhkan Barat terhadap Moskow.
Beberapa pekan sebelum invasi, Presiden dan pemimpin Partai Komunis Xi Jinping menjamu Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing dan mengatakan — dalam sebuah pernyataan bersama — bahwa hubungan bilateral mereka “tidak terbatas”.
Latvia dan Estonia juga mengambil langkah itu setelah Beijing melancarkan pembalasan ekonomi dan diplomatik terhadap sebuah negara Baltik lainnya, Lithuania, sebagai tanggapan atas hubungannya yang diperluas dengan Taiwan yang berpemerintahan sendiri, yang diklaim China sebagai wilayahnya sendiri dan akan dikuasainya dengan paksa jika perlu. Ketegasan China yang meningkat dan latihan militer yang mengancam baru-baru ini di dekat Taiwan telah menimbulkan reaksi keras dari AS, Uni Eropa (UE), Jepang, Australia, dan lainnya.
“Mengingat prioritas saat ini dalam kebijakan luar negeri dan perdagangan, Latvia telah memutuskan untuk menghentikan partisipasinya dalam kerangka kerja sama Negara-negara Eropa Tengah dan Timur dan China,” kata Kementerian Luar Negeri Latvia dalam sebuah pernyataan Kamis (11/8).
Latvia “akan terus mengupayakan hubungan konstruktif dan pragmatis dengan China baik secara bilateral, maupun melalui kerja sama UE-China berdasarkan azas saling menguntungkan, menghormati hukum internasional, HAM, dan tatanan berbasis aturan internasional,” lanjut pernyataan itu.
Estonia mengeluarkan pernyataan serupa yang menyebutkan bahwa negara itu akan “terus berusaha mewujudkan hubungan konstruktif dan pragmatis dengan China, yang mencakup memajukan hubungan UE-China sejalan dengan tatanan internasional berbasis hukum dan nilai-nilai seperti HAM.”
“Estonia berpartisipasi dalam forum kerjasama Eropa Tengah dan Timur dan China mulai 2012. Estonia tidak menghadiri pertemuan forum itu setelah KTT Februari lalu,” kata pernyataan itu.
China membentuk forum itu untuk memperkuat hubungan dengan anggota-anggota UE serta Serbia dan lainnya, sebagian upaya memajukan program Sabuk dan Jalan Xi untuk membangun jembatan, kereta api, pembangkit listrik, dan infrastruktur lainnya di dua benua, Eropa dan Asia.
China awalnya menyebut forum tersebut sebagai forum “17 plus satu”, tetapi jumlah mitra Eropa kini telah turun menjadi 14. Para kritikus mengatakan forum tersebut merupakan upaya untuk mengeksploitasi perbedaan di antara negara-negara tersebut sebagai bagian dari kampanye yang lebih besar untuk bergabung dengan Rusia dalam merusak tatanan internasional berbasis hukum yang saat ini yang didominasi oleh AS dan sekutu-sekutunya. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.