Larangan Twitter di Nigeria Langgar Hukum

Larangan Twitter di Nigeria Langgar Hukum

Larangan Twitter di Nigeria Langgar Hukum

Larangan penggunaan Twitter selama tujuh bulan di Nigeria melanggar hukum, menurut putusan pengadilan oleh blok regional Afrika Barat (ECOWAS) yang dilihat kantor berita AFP hari Kamis (14/7).

Pemerintah Nigeria menangguhkan Twitter Juni tahun lalu setelah raksasa media sosial itu menghapus cuitan Presiden Muhammadu Buhari. Penangguhan itu kemudian dicabut bulan Januari lalu.

Pengadilan Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) mengeluarkan putusannya menyusul gugatan yang diajukan LSM asal Nigeria bernama Socio-Economic Rights Accountability Project (SERAP) dan para aktivis HAM.

Dalam pernyataan kesimpulan yang dikirim ke AFP, pengadilan mengatakan bahwa larangan yang memantik kecaman internasional itu melanggar hukum, melanggar kebebasan berpendapat dan akses ke media, dan bertentangan dengan ketentuan Piagam Afrika maupun Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

Bersama putusan itu, pengadilan juga memerintahkan pihak berwenang Nigeria untuk tidak mengulanginya.

Abuja mencabut penangguhan Twitter setelah perundingan dengan perwakilan Twitter. Tetapi mereka memberi sejumlah prasyarat, salah satunya agar Twitter mendaftarkan operasinya di Nigeria, yang merupakan ekonomi terbesar Afrika.

Dengan tiga perempat populasi Nigeria, yang berjumlah 200 juta, berusia 24 tahun ke bawah, negara itu sangat terhubung dengan media sosial.

Larangan itu mengejutkan banyak orang di Nigeria, mengingat peran utama Twitter dalam diskursus politik, sebagaimana dibuktikan dengan penggunaan tagar #BringBackOurGirls setelah para ekstremis Boko Haram menculik hampir 300 siswi sekolah pada tahun 2014 lalu.

Para aktivis muda juga menggunakan Twitter untuk mengorganisir unjuk rasa #EndSARS untuk menentang kekejaman polisi yang pada akhirnya berkembang menjadi demonstrasi terbesar dalam sejarah modern Nigeria sebelum mereka kemudian ditindas.

Sekitar 40 juta warga Nigeria, atau sekitar 20 persen populasi, memiliki akun Twitter.

Abuja mulanya mengumumkan larangan Twitter secara tak terbatas, menuduh platform itu mengizinkan aktivis melakukan apa yang disebut pemerintah mengancam keberadaan negara itu dengan mengutip unggahan-unggahan penghasut separatis dari sisi tenggara negara itu, di mana perang saudara lima puluh tahun lalu membunuh satu juta orang.

Direktur Jenderal Badan Nasional Pengembangan Teknologi Informasi Nigeria (NITDA) Kashifu Inuwa Abdullahi ketika itu mengatakan terdapat “elemen-elemen tidak bermoral” yang menggunakan Twitter “untuk tujuan subversif dan kegiatan kriminal, menyebarkan berita bohong dan mempolarisasi warga Nigeria.”

Larangan itu diterbitkan dua hari setelah Twitter menghapus cuitan Presiden Buhari yang memperingatkan bahwa dirinya akan mengambil tindakan dan memperlakukan para pengguna Twitter itu “dengan bahasa yang mereka pahami.” (rd/ka)

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!