Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa telah memberi tahu Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe bahwa dia akan mengundurkan diri, kata kantor perdana menteri pada Senin (11/7). Keputusan tersebut diambil setelah puluhan ribu pengunjuk rasa menyerbu kediaman resmi kedua pria itu.
Setelah protes besar-besaran yang berlangsung pada hari Sabtu di tengah krisis ekonomi yang mencuat, ketua parlemen mengatakan Rajapaksa akan mengundurkan diri pada Rabu (13/7). Namun, belum ada kabar langsung dari Rajapaksa tentang rencana tersebut.
Wickremesinghe mengatakan dia juga akan mundur untuk memungkinkan pemerintah sementara semua partai untuk mengambil alih.
Para aktivis demonstrasi mengatakan massa akan terus menduduki kediaman presiden dan perdana menteri di Kolombo sampai mereka akhirnya mundur dari jabatannya.
Kolombo, kota terbesar di Sri Lanka, terlihat tenang pada Senin (11/7) ketika ratusan orang berjalan ke kantor dan kediaman presiden dan mengunjungi gedung-gedung era kolonial tersebut. Polisi tidak berusaha menghentikan para peserta aksi itu.
“Kami tidak akan pergi ke mana pun sampai presiden ini pergi dan kami memiliki pemerintahan yang dapat diterima oleh rakyat,” kata Jude Hansana, 31 tahun, yang telah berada di lokasi protes di luar kediaman sejak awal April.
“Perjuangan rakyat adalah untuk reformasi politik yang lebih luas. Bukan hanya presiden yang pergi. Ini baru permulaan.”
Demonstran lain, Dushantha Gunasinghe, mengatakan dia telah melakukan perjalanan ke Kolombo dari kota sejauh 130 km. Dia harus menempuh sebagian perjalanan tersebut dengan berjalan kaki karena krisis bahan bakar. Namun akhirnya dia sampai di Kolombo pada Senin (11/7) pagi.
Rajapaksa dan Wickremesinghe tidak berada di kediaman mereka ketika para pengunjuk rasa menyerbu ke dalam gedung. Mereka juga tidak terlihat di depan publik sejak Jumat. Keberadaan mereka tidak diketahui.
Rumah pribadi Wickremesinghe di pinggiran Kolombo yang megah dibakar, dan tiga tersangka telah ditangkap, kata polisi.
Pakar konstitusi mengatakan begitu presiden dan perdana menteri secara resmi mengundurkan diri, langkah selanjutnya adalah penunjukan ketua sebagai penjabat presiden dan parlemen akan memilih presiden baru dalam waktu 30 hari untuk menyelesaikan masa jabatan Rajapaksa yang akan berakhir pada 2024.
Rakyat Sri Lanka pada umumnya menyalahkan Rajapaksa atas runtuhnya ekonomi pada negara yang bergantung pada pariwisata itu. Perekonomian Sri Lanka telah dihantam parah oleh pandemi COVID-19 disusul dengan kebijakan pelarangan pupuk kimia, meski kemudian dibatalkan.
Keuangan pemerintah dilumpuhkan oleh utang pemerintah yang menumpuk dan potongan pajak yang diberikan oleh rezim Rajapaksa. Cadangan devisa dengan cepat habis karena harga minyak naik.
Negara ini hampir tidak memiliki dolar yang tersisa untuk mengimpor bahan bakar. Pemerintah telah menerapkan kebijakan penjatahan pembelian sehingga antrean mengular di depan toko-toko yang menjual gas untuk memasak. Inflasi utama di negara berpenduduk 22 juta itu mencapai 54,6 persen pada bulan lalu, dan bank sentral telah memperingatkan bahwa inflasi bisa melejit menjadi 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. [ah/rs]