Militer Amerika Serikat, Indonesia, dan Australia melangsungkan latihan menembak dengan senjata api sungguhan, Jumat (12/8), sebagai bagian dari latihan tempur gabungan tahunan di Sumatera di tengah meningkatnya aktivitas maritim China di kawasan Indo-Pasifik.
Lebih dari 5.000 personel dari AS, Indonesia, Australia, Jepang, dan Singapura berpartisipasi dalam latihan tahun ini, menjadikannya yang terbesar sejak dimulai pada 2009.
Latihan yang diperluas itu dipandang oleh China sebagai ancaman. Media pemerintah China menuduh AS membangun aliansi Indo-Pasifik yang mirip dengan NATO untuk membatasi pengaruh militer dan diplomatik China yang berkembang di wilayah tersebut.
Inggris, Kanada, Prancis, India, Malaysia, Korea Selatan, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Timor Leste juga mengirim pengamat mereka ke latihan tersebut yang dimulai awal bulan ini.
Komandan Indo-Pasifik AS, Laksamana John C. Aquilino, mengatakan keterlibatan 14 negara dalam latihan tersebut menandakan ikatan mereka yang lebih kuat ketika China bersikap semakin tegas dalam mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dan mengadakan latihan yang mengancam Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri.
“Tindakan destabilisasi Republik Rakyat China seperti yang tercermin pada aktivitas-aktivitas mereka yang mengancam Taiwan adalah apa yang kita coba hindari,” katanya pada konferensi pers bersama dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Baturaja, kota pesisir di provinsi Sumatera Selatan.
“Kami akan terus membantu mewujudkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dan siaga dalam menanggapi segala kemungkinan,” kata Aquilino.
Indonesia dan China secara umum menikmati hubungan positif, tetapi Jakarta telah menyatakan keprihatinan tentang apa yang dilihatnya sebagai perambahan China di zona ekonomi eksklusifnya di Laut China Selatan.
Meskipun posisi resminya adalah negara yang tidak ikut mengklaim perairan di Laut China Selatan yang diperebutkan, Indonesia telah “terseret” dalam sengketa wilayah sejak 2010 setelah China ikut mengklaim sebagian dari zona ekonomi eksklusif Indonesia di wilayah utara Kepulauan Natuna, kata Connie Rahakundini Bakrie, analis keamanan dari Universitas Indonesia.
Tepian zona ekonomi eksklusif Indonesia ternyata tumpang tindih dengan klaim wilayah Beijing secara sepihak di Laut Cina Selatan yang disebut “nine-dash line”. Indonesia pun menolak klaim China itu dan menegaskan bahwa Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia sesuai keputusan United Nation Convention of the Law of the Sea (UNCLOS) atau Hukum Laut Internasional yang disahkan PBB pada 1982.
Meningkatnya aktivitas kapal-kapal garda pantai dan kapal-kapal penangkap ikan China di daerah tersebut telah meresahkan Jakarta sehingga mendorong Angkatan Laut Indonesia untuk melakukan latihan besar pada Juli 2020 di perairan sekitar Natuna di bagian selatan Laut China Selatan.
Indonesia memandang latihan saat ini dengan AS sebagai pencegah dalam mempertahankan Kepulauan Natuna, sedangkan bagi Washington, latihan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk membentuk front persatuan melawan akumulasi militer China di Laut China Selatan, kata Connie.
“Indonesia ingin menyampaikan pesan bahwa Indonesia siap menghadapi konflik berintensitas tinggi di wilayah Laut China Selatan,” katanya. Latihan tempur gabungan itu direncanakan akan berakhir Minggu. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.