Tumpeng Sewu, Tradisi Makan Bareng di Jalan Desa Kemiren Yang Menghangatkan Kerukunan di Banyuwangi

Tumpeng Sewu, Tradisi Makan Bareng di Jalan Desa Kemiren Yang Menghangatkan Kerukunan di Banyuwangi

Tumpeng Sewu, Tradisi Makan Bareng di Jalan Desa Kemiren Yang Menghangatkan Kerukunan di Banyuwangi

SURYA.CO.ID, BANYUWANGI – Hangatnya kebersamaan dan kerukunan saat bersantap bersama di sepanjang jalan kampung, masih terasa saat gelaran Tumpeng Sewu di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Minggu (3/7/2022) malam.

Ratusan warga Kemiren keluar rumah dan membawa tumpeng untuk disantap di sepanjang jalan desa. Acara ini merupakan rangkaian ritual bersih desa yang diadakan setiap tahun, agar terhindar dari marabahaya.

Sejak sore, warga Kemiren telah menggelar tikar di depan rumahnya masing-masing untuk persiapan tradisi ini. Masyarakat duduk bersila sambil menikmati tumpeng sewu. Sementara jalan menuju Desa Adat Kemiren, mulai pukul 17:00 WIB ditutup.

Tradisi ini tidak sekadar menyatukan kebersamaan warga Desa Kemiren, tetapi juga merekatkan ribuan masyarakat dari berbagai penjuru serta menarik wisawatan. Semua bersatu dalam kedekatan untuk menikmati ribuan tumpeng yang disajikan berderet-deret di sepanjang jalan desa.

Menariknya, pecel pitik menjadi menu wajib selalu tersedia di setiap tumpeng. Pecel pitik adalah makanan khas suku Osing, ayam kampung yang dibakar lalu dicampur parutan kelapa dengan racikan bumbu tertentu.

Iring-iringan barong pun melintas dan melakukan Ider Bumi. Beberapa panitia kemudian menyalakan beberapa obor yang ada di sepanjang jalan. Baru sekitar pukul 18.30 WIB, atau usai shalat Maghrib, ritual ini mulai dibuka.

Usai dibacakan doa, ritual ini dimulai. Di bawah temaram api obor, semua orang duduk dengan tertib bersila di atas tikar maupun karpet yang tergelar di depan rumah. Di hadapannya tersedia tumpeng yang ditutup daun pisang. Dilengkapi lauk khas warga Kemiren, pecel pithik dan sayur lalapan sebagai pelengkapnya.

Menurut Suhaimi, sesepuh Desa Kemiren, Tumpeng Sewu merupakan tradisi adat warga Osing, suku asli masyarakat Banyuwangi yang digelar awal Idul Adha. “Kita terus lestarikan adat dan tradisi budaya ratusan tahun lalu. Semoga dengan kegiatan ini warga Kemiren dijauhkan mara bahaya,” kata Suhaimi.

Sebelum makan Tumpeng Sewu, warga diajak berdoa agar desanya dijauhkan dari segala bencana dan sumber penyakit. Sebab ritual Tumpeng Sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala. “Setiap rumah warga Using di Kemiren mengeluarkan minimal satu tumpeng yang diletakkan di depan rumahnya. Siapapun bisa makan dan tentunya gratis,” pungkasnya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda mengatakan, tradisi telah menjadi daya tarik wisatawan.

“Makanya pemerintah terus konsisten mengangkat tradisi ini dalam sebuah festival. Selain sebagai upaya melestarikan tradisi leluhur, juga diharapkan mampu menjadi sebuah atraksi yang mampu menarik wisatawan,” kata Bramuda.

Bramuda melanjutkan, dengan menjadi atraksi yang menarik wisatawan, diharapkan mampu menggeliatkan perkonomian daerah. “Kekhasan semacam ini banyak diminati wisatawan. Ditambah lagi keramahtamahan warga Kemiren, tradisi ini akhirnya menjadi salah satu favorit wisatawan,” jelasnya. *****


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!