Inilah Alasan Kenapa di Pesantren Banyak Terjadi Kasus Pemerkosaan

Inilah Alasan Kenapa di Pesantren Banyak Terjadi Kasus Pemerkosaan

2 menit

Kasus pemerkosaan di lingkungan pesantren kini tengah ramai dibicarakan. Hal ini bukanlah permasalahan baru. Sejak dulu, isu kekerasan seksual sudah menjadi momok menakutkan yang lekat dengan kehidupan pesantren. Nah sebenarnya, kenapa di pesantren banyak terjadi kasus pemerkosaan?

Masyarakat dikejutkan dengan kasus pemerkosaan santriwati yang menyeret anak seorang pimpinan pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur.

Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, ia masih terus bersembunyi.

Hingga akhirnya, petugas Kepolisian mengepung pondok pesantren yang menjadi tempat tersangka bersembunyi.

Namun setelah dikepung selama 15 jam, tersangka akhirnya menyerahkan diri kepada Polisi.

Terkait fenomena ini, melansir dari liputan6.com, kriminolog, Haniva Hasna mengemukakan pendapatnya soal banyaknya kasus pemerkosaan di lingkungan pesantren.

Ia menilai, sebenarnya, kejahatan bisa terjadi di mana saja karena tidak ada tempat yang aman untuk terhindar dari tindakan tersebut.

“Namun ada beberapa hal yang membuat pesantren menjadi tempat yang sangat rentan terhadap pencabulan,” ujar Iva yang dilansir liputan6.com.

Kenapa di Pesantren Banyak Terjadi Kasus Pemerkosaan?

Inilah Alasan Kenapa di Pesantren Banyak Terjadi Kasus Pemerkosaan

Menurut Iva, alasan kenapa pesantren lebih berisiko terjadi pemerkosaan karena santri banyak kehilangan attachment dengan orang tua.

“Mereka dituntut mandiri dan menyerahkan hidup kepada pengurus atau guru. Perintah untuk tunduk dan patuh ini saja sudah membuat posisi anak menjadi powerless,” ucapnya.

Di sisi lain, terbatasnya interaksi dengan orang tua membuat para santri tak bisa mengungkapkan perasaannya ketika dalam keadaan terancam.

Lalu, lemahnya perlindungan dalam pesantren juga membuat kasus-kasus yang pernah terjadi seolah terkubur kembali.

Faktor yang Membuat Terjadinya Pemerkosaan

1. Adanya Relasi Kuasa

Kemudian, relasi kuasa dari sisi pelaku juga membuat korban jadi kesulitan.

Relasi kuasa ini biasanya bersifat hierarkis, yaitu adanya kondisi powerfull dan powerless.

Dalam hal ini murid merasa ada kewajiban tunduk dan patuh terhadap guru atau ustaz.

Pelaku merasa memiliki kekuatan lebih tinggi untuk berperilaku sewenang-wenang, memberikan perintah bahkan mengancam.

2. Santri Memiliki Ketergantungan

santriwati

Faktor lainnya yang mendukung terjadinya pemerkosaan adalah karena para santri memiliki sifat ketergantungan sehingga menimbulkan kondisi yang berpotensi disalahgunakan.

Menurut Iva, saat berada di pesantren, para santri jadi menggantungkan hidup pada pengajar atau staf sekolah sehingga akan menciptakan kepatuhan tersendiri.

Jika para pemangku pesantren melakukan tindak kekerasan seksual, mau tak mau para santri bisa jatuh dari bujuk rayu mereka.

Dari sisi korban, faktor pendukung kasus seperti ini terjadi adalah ketidakberdayaan dalam melakukan penolakan bahkan pelaporan.

Hal ini disebabkan oleh ancaman yang diberikan oleh pelaku.

3. Rusaknya Moral

Faktor lainnya yang mendukung tindakan kekerasan seksual adalah rusaknya moral pemangku pesantren.

Moral merupakan suatu instrumen penting yang di dalamnya mengajarkan tentang kebaikan-kebaikan dan sangat penting dalam menentukan tingkah laku.

“Apabila seseorang tidak memiliki moral yang baik orang tersebut tentu memiliki kecenderungan untuk berbuat jahat,” tutup Iva.

***

Semoga informasi ini bermanfaat, ya.

Jangan lupa baca juga artikel menarik dan terbaru lainnya di Berita 99.co Indonesia.

Ingin miliki rumah masa depan seperti di Kota Baru Parahyangan?

Temukan beragam pilihan rumah hanya di situs properti 99.co dan Rumah123.com yang selalu #AdaBuatKamu.

Artikel ini bersumber dari www.99.co.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!