Harga Minyak Dibatasi, Rusia Ancam Hentikan Pasokan Energi

Harga Minyak Dibatasi, Rusia Ancam Hentikan Pasokan Energi

Harga Minyak Dibatasi, Rusia Ancam Hentikan Pasokan Energi

Laporan Wartawan Tribunnews.com  Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Rusia mengungkap rencana baru untuk menghentikan ekspor energinya kepada negara-negara yang menerapkan batasan harga untuk minyak mentah Moskow.

Melalui pengumuman yang disampaikan Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina, pihaknya menjelaskan bahwa aturan ini diterapkan oleh pemerintah Rusia sebagai bentuk balasan atas sanksi yang telah diberikan negara kelompok G7 karena sudah mengekang ekspor minyak Rusia.

Dengan menerapkan skema pembatasan harga minyak Moskow antara 40 dolar AS hingga 60 dolar AS per barel.

Baca juga: Rusia Ancam Penjarakan Tentara yang Menolak Berperang di Ukraina

“Sejauh yang saya pahami, kami tidak akan memasok minyak ke negara-negara yang akan mengenakan topi seperti itu dan minyak kami, produk minyak akan diarahkan ke negara-negara yang siap bekerja sama dengan kami,” jelas Nabiullina seperti dilansir dari Reuters, Minggu (24/7/2022).

Rencana pembatasan minyak tersebut awalnya digagas Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada awal bulan lalu, guna mengurangi pendapatan Rusia dari sektor energi. Dengan cara ini Barat berharap agar Rusia tidak dapat lagi membiayai invasinya ke Ukraina.

Tak terima kegiatan ekspornya dibatasi, membuat Presiden Rusia Putin geram hingga pihaknya mengeluarkan serangan balasan dengan menghentikan ekspor minyak mentah produksinya pada negara-negara yang menerapkan batasan harga.

Menurut Putin pembatasan harga seperti ini tak cukup mampu menghentikan pendapatan Rusia, justru dengan diterapkannya pembatasan minyak hanya akan memperparah krisis energi pasar global. Hal ini tentunya juga dapat memicu lonjakan biaya minyak mentah hingga harganya tembus ke level  tertinggi.

Sejalan dengan Putin, Co-Director Institute for The Analysis of Global Security, Gal Luft juga mendukung pernyataan Putin. Pihaknya mengatakan bahwa kebijakan pembatasan harga akan menjadi bumerang bagi negara-negara barat.

“Menurut saya itu adalah ide yang konyol. Ide itu mengabaikan fakta bahwa minyak adalah komoditas yang ada padanannya (fungible). Eropa dan Amerika berbicara harga minyak 40 dolar AS per barel, tapi yang akan mereka dapatkan adalah 140 dolar AS,” jelas Luft.

Baca juga: Putin dan Putra Mahkota Saudi Sepakat Tingkatkan Produksi Minyak Demi Stabilkan Harga


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!