korannews.com – Indonesia memiliki beberapa masjid tua yang usianya hingga ratusan tahun. Masjid tersebut merupakan salah satu bukti perkembangan Islam di wilayah nusantara.
Adapun masjid tertua di Indonesia adalah Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Wangon, Banyumas, Jawa Tengah. Meskipun usianya sudah mencapai ratusan tahun, masjid ini masih digunakan untuk ibadah hingga saat ini.
Berikut fakta-fakta Masjid Saka Tunggal Banyumas seperti dihimpun Kompas.com.
1. Usia 735 tahun
Masjid Saka Tunggal didirikan pada 1288, mengutip laman Dunia Masjid Jakarta Islamic Centre. Dengan demikian, masjid ini berusia 735 tahun.
Masjid Saka Tunggal berdiri sebelum era Wali Songo menyebarkan agama Islam di Nusantara. Masjid ini menjadi satu-satunya masjid di Pulau Jawa yang dibangun jauh sebelum era Wali Songo.
Pembangunan masjid tertua di Indonesia ini, diperkirakan terjadi pada masa Kerajaan Singasari.
2. Makna Saka Tunggal
Nama resmi Masjid Saka Tunggal adalah Masjid Baitussalam. Diberikan nama Saka Tunggal lantaran masjid ini hanya memiliki satu tiang penyangga atau saka tunggal.
Bagian bawah saka itu dilindungi dengan kaca guna melindungi prasasti yang berisikan informasi tahun pendirian masjid.
3. Pendiri Masjid Saka Tunggal
Pendiri Masjid Saka Tunggal dikenal dengan nama Mbah Mustolih. Beliau adalah tokoh penyebar Islam di Desa Cikakak.
Mbah Mustolih menjadikan Desa Cikakak sebagai pusat dakwah Islam di wilayah tersebut, ditandai dengan pembangunan Masjid Saka Tunggal.
Makam mendiang Mbah Mustolih berada tidak jauh dari masjid Saka Tunggal.
4. Tradisi unik
Berdirinya Masjid Saka Tunggal masih banyak dipengaruhi tradisi kerajaan Jawa kala itu seperti Kerajaan Singasari dan Kerajaan Majapahit.
Oleh sebab itu, masih ada sejumlah tradisi unik di Masjid Saka Tunggal yang masih berlangsung sampai saat ini.
Salah satu keunikan Masjid Saka Tunggal adalah lantunan zikir dan shalawat dengan nada seperti melantunkan kidung Jawa. Tradisi yang berlangsung sebelum dan sesudah shalat Jumat ini disebut Ura Ura.
Tradisi unik lainnya adalah imam dan muazin tidak menggunakan peci sebagai penutup kepala melainkan udeng atau atau ikat kepala. Pada waktu tertentu, lantunan azan dilakukan oleh empat muazin sekaligus.
Selain itu, Masjid Saka Tunggal mempertahankan tradisi tidak menggunakan pengeras suara. Meski demikian, suara azan yang dilantunkan oleh empat muazin sekaligus, tetap terdengar begitu lantang dan merdu dari masjid ini.
5. Ritual ganti jaro
Masjid Saka Tunggal memiliki ritual khusus yakni ritual ganti jaro yaitu ritual mengganti pagar bambu keliling masjid. Ritual ini diikuti oleh seluruh warga Desa Cikakak.
Saat melakukan ritual itu, ada beberapa pantangan yang harus ditaati. Warga dilarang berbicara dengan suara keras dan dilarang menggunakan alas kaki.
Selain bermakna kebersamaan dan gotong royong, tradisi ini dipercaya bisa menghilangkan sifat jahat dari diri manusia. Ritual ganti jaro ini diakhiri dengan prosesi arak-arakan lima gunungan yang berisi nasi tumpeng.
6. Bangunan masjid
Bangunan Masjid Saka Tunggal cukup sederhana berbentuk bujur sangkar dengan atap limas. Dinding masjid berupa tembok dan anyaman bambu.
Sementara, atapnya dari seng. Sedangkan tiang utamanya dari kayu jati yang menopang bangunan utama masjid dengan kokoh. Selama ratusan tahun berdiri, warga Desa Cikakak tidak mengganti bangunan utama masjid, kecuali hanya membangun tembok sekeliling masjid.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.