korannews.com – Banyak yang terjadi setelah peristiwa 9/11 atau 11 September 2001 di World Trade Center (WTC) New York, Amerika Serikat.
Termasuk salah satunya perubahan besar yang terjadi di bandara dari waktu ke waktu.
Sebelumnya, sekitar 20 tahun lalu, aturan penerbangan di bandara tidak sesulit dan seketat saat ini.
Dulu, penumpang bisa tiba di bandara hanya beberapa menit sebelum penerbangan, tidak perlu melepas jaket atau mantel saat pengecekan, hingga langsung menuju gerbang pesawat tanpa menunjukkan boarding pass atau kartu identitas.
Sebagai informasi, peristiwa 9/11 diawali dari kejadian penyerangan bermula dari belasan teroris yang membajak pesawat jet komersial pada tanggal yang sama.
Para teroris menyadari lemahnya keamanan bandara , sehingga mereka bisa dengan mudah membawa senjata melalui detektor logam di pos pemeriksaan keamanan bandara .
“Sebelum 9/11, keamanan hampir tidak terlihat, dan memang dirancang seperti itu,” kata asisten direktur keamanan di Bandara Internasional Denver pada 11 September 2001, Jeff Price, yang saat ini menjadi pakar keamanan penerbangan di Metropolitan State Universitas Denver, dikutip dari , Minggu (11/9/2022).
Ia menjelaskan, saat itu, pemeriksaan keamanan bandara benar-benar tidak menjadi prioritas bagi calon penumpang. Siapapun bisa dengan mudah melewati logam detektor tanpa perlu diperiksa atau ditanya-tanya.
Pakar keamanan penerbangan juga mengakui bahwa sebelum 9/11, tidak ada yang pernah membayangkan teroris bakal menggunakan pesawat komersial sebagai senjata dan bersedia bunuh diri untuk menghabisi nyawa ratusan orang.
Dampaknya, kini, kebijakan keamanan penerbangan di seluruh dunia telah diperketat untuk menghindari adanya ancaman atau kejadian serupa yang tidak diinginkan di masa mendatang.
Berikut perkembangan keamanan bandara selama 20 tahun terakhir, setelah peristiwa 9/11, seperti dirangkum Kompas.com dari NPR, CNBC, dan AP News.
Linimasa perubahan sistem keamanan bandara setelah 9/11
-
September – Desember 2001
Pada 11 September 2001, teroris membajak dan menabrakkan empat jet penumpang. Ke-19 pembajak check in di beberapa bandara, di antaranya bandara di Portland, Maine, dan di Bandara Internasional Logan, Boston.
Mereka melewati detektor logam di bandara dengan mudah. Meski beberapa alarm berbunyi, diduga karena pisau atau silet, tetapi mereka lolos saat melewati detektor logam kedua dan dipindai oleh tongkat genggam.
Singkatnya, setelah pesawat menabrak menara kembar dan Pentagon, semua maskapai dilarang terbang hingga 14 September 2001.
Saat perjalanan udara kembali diperbolehkan, sangat sedikit orang Amerika yang mau terbang. Pihak berwenang, kata Price, memperlambat antrean di pos pemeriksaan untuk mengecek bagasi dan bawaan penumpang.
Daftar barang yang dilarang dibawa naik pesawat juga semakin disaring, seperti misalnya pisau, pisau cukur, maupun benda tajam lainnya, dilansir dari , Minggu.
Pada November 2001, The Aviation and Transportation Security Act (Undang-Undang Keamanan Penerbangan dan Transportasi) membentuk TSA atau Transportation Security Administration di bandara-bandara di Amerika.
Selain TSA, undang-undang tadi mengharuskan semua bagasi terdaftar diperiksa dengan sinar X.
Pada 22 Desember 2001, dalam penerbangan American Airlines dari Paris ke Miami, teroris kelahiran Inggris Richard Reid mencoba meledakkan bahan peledak yang ia kemas di sepatunya.
Kejadian ini membuat TSA dan maskapai meminta penumpang melepas sepatu saat akan melewati pemeriksaan keamanan bandara . Untuk aturan ini sendiri, memang tidak berlaku di Indonesia.
-
Desember 2022
TSA memeriksa semua bagasi menggunakan mesin pemindai sehingga bisa menyeleksi jika ditemukan adanya bahan peledak dan senjata berbahaya lainnya.
Pemindai sinar-x ini bisa menggambarkan benda secara menyeluruh seperti gambar 3D. Bahkan, kata petugas, mereka bisa membedakan antara laptop Apple dengan laptop Dell.
-
April 2003
Para pilot di penerbangan AS saat itu sudah dibekali senjata api di pesawat dan diberikan berbagai perlindungan kokpit lainnya.
-
Agustus 2006
Pada tahun itu, Pihak berwenang Inggris menggagalkan rencana teroris untuk meledakkan bahan peledak cair di atas 10 pesawat komersial yang berangkat dari London ke berbagai kota di AS dan Kanada.
Dampaknya, TSA melarang semua cairan, gel, dan aerosol dari barang bawaan penumpang.
Sebulan kemudian, pada September 2006, TSA mencabut larangan cairan dan mengubah aturannya dengan mengizinkan penumpang membawa cairan, gel, dan aerosol dalam wadah 340 gram atau kurang, dalam satu kantong plastik berukuran 1 liter yang bening dan dapat ditutup kembali.
Cairan tersebut harus dikeluarkan dari bagasi jinjing saat melewati pemeriksaan keamanan.
-
Maret 2008
TSA mulai mengerahkan unit anjing untuk secara khusus membantu penyaringan kargo yang dimuat ke pesawat penumpang di bandara AS. Hal ini sendiri tidak berlaku di Indonesia.
-
Maret 2010
Pada Hari Natal 2009, dalam penerbangan Northwest Airlines dari Amsterdam ke Detroit, ekstremis Umar Farouk Abdulmutallab mencoba meledakkan alat peledak rakitan yang ia sembunyikan di celana dalam.
Meski serangan di atas udara itu gagal, tetap saja ada seorang teroris yang dapat menyelundupkan bahan peledak berbahaya melalui keamanan bandara .
Oleh karena itu, pada Maret 2010, TSA mulai memasang ratusan pemindai untuk tubuh yang menggunakan teknologi pencitraan canggih. Pada akhir tahun 2010, sekitar 500 mesin yang sama telah dikerahkan secara nasional.
-
Desember 2011
Pada tahun ini, bandara-bandara AS mulai menerapkan program PreCheck bagi wisatawan yang ingin melalui pemeriksaan keamanan lebih cepat dan singkat. Syaratnya, mereka bersedia membayar dan menjalani pemeriksaan latar belakang yang lebih rinci.
Melalui pemeriksaan latar belakang detail ini, TSA akan menyusun penilaian risiko terhadap penumpang sebelum kedatangan di pos pemeriksaan bandara.
PreCheck memeriksa informasi dasar seperti riwayat pekerjaan dan tempat tinggal penumpang, seperti dikutip dari , Minggu. Mereka juga harus memberikan sidik jari dan menyetujui pemeriksaan catatan kriminal.
Seseorang dapat membayar 85 dollar AS (sekitar Rp 1,2 juta) untuk keanggotaan selama lima tahun. Hal itu membuat mereka bisa melewati jalur keamanan yang lebih singkat, tidak lagi harus melepas sepatu dan ikat pinggang.
-
Maret 2017
Tahun 2017, pemerintahan Presiden Donald Trump melarang pelancong dari negara tertentu membawa laptop, tablet, dan perangkat elektronik besar lainnya ke dalam kabin dalam penerbangan komersial ke Amerika Serikat.
Sekretaris keamanan dalam negeri saat itu, John Kelly, mengatakan alasannya karena badan intelijen mengindikasikan adanya teroris yang sedang mengembangkan bom untuk menjatuhkan pesawat dan bisa disembunyikan di dalam perangkat tersebut.
Namun, tak lama diterapkan, larangan membawa laptop dicabut pada Juli 2017.
-
Juni 2017
Pada Juni 2017, beberapa maskapai bekerja sama dengan TSA, memulai uji coba perangkat lunak rekognisi wajah yang memungkinkan wajah penumpang menjadi boarding pass mereka.
Sistem mengambil foto dan mencocokkannya dengan yang ada di file maskapai, mempercepat proses penyaringan penumpang. Selain itu, karena pengguna sistem harus terdaftar dalam federal government’s known-traveler program (program pelancong dari pemerintah federal), hal ini memberikan lapisan keamanan ekstra.
Namun, dari segi metode penyaringan biometrik lainnya, hal ini memang menimbulkan masalah privasi karena pemerintah bisa melacak keberadaan penumpang di dalam dan luar negeri.
-
September 2021
Beberapa tahun terakhir ini, menurut NPR, belum ada aturan lain yang diketatkan. Kendati demikian, selalu ada ruang pengembangan dari segi pengawasan, petugas, maupun teknologi.
Sebab, wakil direktur keamanan federal TSA, Louis Traverzo mengatakan, keamanan penerbangan harus terus berkembang untuk mengatasi ancaman yang terus berubah.
“Orang-orang sangkat kreatif. Ancamannya (juga) semakin kreatif,” kata Louis Traverzo.