Sosok Mukhlas Hamidy, Dokter yang Namanya Tercantum dalam Surat Kematian Santri Gontor AM

Sosok Mukhlas Hamidy, Dokter yang Namanya Tercantum dalam Surat Kematian Santri Gontor AM

korannews.com – Pihak keluarga AM mendapat kabar putra mereka meninggal dunia pada Senin (22/8/2022).

Di hari yang sama, surat kematian AM diterbitkan oleh RS Yasyfin Darussalam Gontor.

Surat itu menyatakan korban meninggal akibat sakit.

Dikutip dari Kompas.com, dalam surat tersebut tertulis dokter bernama Mukhlas Hamidy yang menyatakan korban meninggal kaerna penyakit tidak menular.

Lantas, siapakah sosok Mukhlas Hamidy?

Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, tak banyak informasi mengenai sosok dokter satu ini.

Mengutip pemberitaan gontor.ac.id tanggal 18 Agustus 2022, Mukhlas Hamidy bersama jajaran manajemen Yayasan RS Yasyfin Darussalam Gontor berkunjung ke Gontor Putri Kampus 1 di Mantingan, Ngawi, Jawa Timur.

Dalam artikel itu, tertulis Mukhlas Hamidy tergabung dalam tim manajemen RS Yasyfin Darussalam Gontor.

Ia menjabat sebagai Kabid Pelayanan.

Selain itu, Mukhlas Hamidy diketahui membuka praktik di kawasan Desa Gandu, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo.

Tempat praktik Mukhlas Hamidy ini satu kecamatan dengan Pondok Pesantren Gontor .

Nama Mukhlas Hamidy tercantum dalam direktori anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Di situs IDI, tertulis dirinya berasal dari wilayah Ponorogo.

Sebagai informasi, RS Yasyfin Darussalam Gontor baru saja diresmikan operasionalnya pada 26 Februari 2022 lalu.

Dikutip dari situs Kominfo Provinsi Jatim , peresmian tersebut dilakukan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Rumah sakit milik Gontor ini mempunyai akun Instagram bernama @rs.yasyfin .

Namun, saat ini akun tersebut dikunci.

Dugaan Motif Penganiayaan

Pada Selasa (6/9/2022), polisi telah menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) di Pondok Pesantren Gontor , Ponorogo, Jawa Timur.

Kapolres Ponorogo, AKBP Catur Cahyono Wibowo, mengungkapkan olah TKP difokuskan pada lokasi perkemahan di mana aksi penganiayaan terjadi.

Dikutip dari TribunJatim.com , AM diketahui menjabat sebagai Ketua Panitia dalam Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).

Dalam olah TKP tersebut, polisi telah mengamankan barang bukti berupa pentungan, minyak kayu putih, air mineral, hingga becak.

Terkait motif penganiayaan, Catur mengungkapkan sementara ini diduga karena adanya kesalahpahaman antara korban dan terduga pelaku.

Kesalahpahaman itu, kata Catur, terjadi karena masalah kekurangan alat.

Kendati demikian, motif penganiyaan secara utuh nantinya akan disampaikan setelah polisi selesai memeriksa saksi secara menyeluruh.

“Motif (secara utuh) nanti akan disampaikan. Karena ada salah paham, kekurangan alat,” jelas Catur, Selasa.

Hasil Autopsi

AKBP Catur Cahyono Wibowo membeberkan hasil autopsi terhadap jenazah AM.

Ia menjelaskan autopsi dilakukan secara tertutup dan berlangsung selama enam jam.

Proses tersebut juga disaksikan dari jajaran kepolisian Polda Sumsel, Polrestabes Palembang, dan pihak keluarga.

Untuk hasil sementara, polisi menemukan luka memar di sejumlah bagian tubuh AM.

“Hasil kesimpulan sementara salah satunya ditemukan memar atau bekas benda tumpulan di area sekitar dada dan organ dalam,” kata Catur, Kamis (8/9/2022).

Kendati demikian, Catur belum bisa membeberkan lebih lanjut terkait penyebab luka tersebut.

Nantinya akan ada keterangan dari ahli lebih lanjut.

Ditanya soal luka di bagian kepala AM yang sempat diungkap pihak keluarga, Catur juga belum bisa memberikan jawaban.

“Kami hanya menyampaikan sedikit temuan dari hasil autopsi,” tambah dia.

Belum ada tersangka

Polres Ponorogo hingga saat ini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan AM tewas.

Ada sekitar 20 orang saksi yang dimintai keterangan atas insiden tewasnya AM.

Olah TKP juga sudah dilakukan petugas di lingkungan Ponpes Gontor pada Selasa (6/8/2022).

Kasat Reskrim Polres Ponorogo, AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia, menjelaskan saat ini ada dua nama yang diduga menjadi pelaku penganiayaan.

Mereka merupakan senior dari korban AM.

Jika nantinya keduanya terbukti bersalah akan dijerat Undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 dengan ancaman penjara maksimal selama 15 tahun.

“Kita kenakan UU perlindungan anak karena korban masih dibawah umur,” ujarnya, Kamis (8/9/2022).

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Fakta Baru Santri Gontor Tewas Dianiaya, Hasil Autopsi Ungkap Ada Luka Memar di Dada dan Organ Dalam

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Endra Kurniawan, TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra Sakti, Kompas.com/Muhlis Al Alawi)

Exit mobile version