korannews.com – Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI ) mengimbau masyarakat tidak panik dengan kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal, meski kasusnya meningkat.
Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) juga meminta masyarakat mencari sumber informasi melalui media sosial IDAI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengetahui informasi terkini soal penyakit tersebut.
“Imbauan kami pada masyarakat agar tetap tenang dan waspada, tidak panik,” kata Piprim dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Piprim kemudian mengimbau, orangtua perlu memperhatikan tanda bahaya atau gejala yang muncul pada anak-anak.
Gejala gangguan ginjal akut misterius atau acute kidney injury/AKI ini ditandai dengan berkurangnya jumlah urine atau air seni atau bahkan tidak ada urine sama sekali.
Sebelum urine hilang, gejala yang ditimbulkan dari gangguan ginjal akut misterius ini berupa batuk pilek, demam, diare, dan muntah.
Berdasarkan data IDAI dari 152 kasus, gejala klinis yang ditemukan (prodromal) meliputi 44,1 persen mengalami infeksi saluran cerna; 30,3 persen demam; 18,4 persen ISPA; dan lain-lain.
“Pahami betul tentang bagaimana cara mengenali apakah urine-nya cukup atau tidak. Kecukupan urine itu adalah 1 cc per kilogram berat badan per jam. Jadi, kalau berat 10 kilogram, jumlah urine normal itu 10 cc per jam. Jadi dalam 24 jam itu 240 cc,” ujar Piprim.
Berdasarkan sebaran dari 152 kasus per 14 Oktober 2022, DKI Jakarta memiliki kasus AKI terbanyak, diikuti oleh Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh, Bali, dan Yogyakarta.
Gangguan ginjal akut misterius di DKI Jakarta saat ini mencapai 49 kasus.
Kemudian, di Jawa Barat mencapai 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, Bali 15 kasus, dan Yogyakarta sebanyak 11 kasus.
Piprim mengungkapkan, kasusnya banyak ditemukan pada bayi di bawah usia lima tahun (balita). Meskipun, ada 75 kasus yang ditemukan pada bayi dengan usia 1-5 tahun dan 35 kasus pada bayi usia 0-1 tahun.
Lalu, 24 kasus pada anak-anak berusia 5-10 tahun dan 18 kasus pada anak-anak usia di atas 18 tahun. Data ini merupakan data terbaru hingga Jumat (14/10/2022).
“Kalau lihat usianya, paling banyak di usia 1-5 tahun. Ada juga di usia 0-1 tahun, 5-10 tahun juga ada, di atas 20 tahun juga ada. Tapi yang terbanyak adalah usia 1-5 tahun,” katanya.
Sejauh ini, untuk mendalami penyebabnya, IDAI melakukan koordinasi keilmuan dengan ahli-ahli terkait, yaitu Unit Kerja Koordinasi Nefrologi, Infeksi, Emergensi, dan Rawat Intensif Anak serta Satgas Covid-19.
Kemudian, memberikan rekomendasi internal kepada para anggota IDAI soal kewaspadaan gangguan ginjal akut pada anak.
Rekomendasi ini sifatnya dinamis mengikuti perubahan penyebab serta hasil evaluasi pengobatannya.
IDAI juga melakukan koordinasi dengan Kemenkes terkait pemutakhiran kasus gangguan ginjal akut yang progresif dalam hal dukungan investigasi, terapi, dan edukasi.