Men-PAN RB Blak-blakan Soal Modus Nakal Pemda Tambah Honorer

Men-PAN RB Blak-blakan Soal Modus Nakal Pemda Tambah Honorer

Men-PAN RB Blak-blakan Soal Modus Nakal Pemda Tambah Honorer

korannews.com – Belum genap seminggu menjabat, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Briokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas sudah dipusingkan dengan keluhan dari pemerintah daerah yang keberatan soal rencana penghapusan tenaga honorer tahun depan.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 tahun 2018, dan terbaru lewat surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 mewajibkan Pemda untuk menghapus pegawai honorer atau non-ASN di wilayah kerjanya.

Dia pun menceritakan kisah pengalamannya soal akal-akalan pemerintah daerah dalam merekrut pegawai honorer meskipun pemerintah pusat kerap memperingatkan untuk menyetop hal ini.

Menurutnya, tenaga kerja honorer selalu muncul karena kepala daerah seringkali terbebani dengan janji kinerja kepada konstituen di daerahnya. Alhasil, janji manis tersebut, termasukk membuka kesempatan untukk tenaga kerja honorer, kerap dilakukan.

Semasa dirinya menjabat sebagai bupati di Banyuwangi, dia mengaku sudah melarang keberadaaan pegawai honorer di lingkungan kerjanya.

“Saya patok gajinya Rp 25 miliar, setelah itu saya kunci. Saya kaget menjelang akhir setelah saya kunci gajinya melonjak sudah naik Rp 40 miliar honorer tidak ada tetapi dititipi di kegiatan, jadi ilmunya ada aja teman-teman,” paparnya dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kemen-PANRB.

“Makanya saya diskusi dengan teman-teman buat apa bikin pagar tinggi-tinggi kemudian harus dilompati pagar itu.”

Oleh karena itu, dia tengah mengusulkan rencana untuk memperbolehkan Pemda memiliki tenaga kerja honorer. Namun, kepala daerah hanya boleh mengangkat pegawai non-ASN tersebut sepanjang masa jabatan kepemimpinannya.

Usulan ini tengah dibahas lebih lanjut dengan kepala daerah. Dia menilai hal ini lebih baik, dibandingkan menegakkan hukum dengan ketat, tetapi masih dilanggar oleh Pemda.

“Ini solusi, kira-kira begitu. Kalau enggak ada solusi marah semua bupati,” tegasnya.

Deputi Bidang SDM Aparatur Alex Denni mengingatkan bahwa moral hazard tenaga honorer besar. Dia kerap menemukan kasus pencatutan gaji. Misalnya, gaji yang dibayarkan Rp 300.000, tetapi pencatatannya Rp 500.000.

Hal seperti ini, menurutnya, yang menjadi salah satu alasan mengapa jumlah pegawai honorer selalu membengkak.

“Kenapa jumlah membengkak karena ada dagangannya juga, namanya dicantumkan jadi honorer lalu ada pungutannya,” ungkapnya.

Melihat hal ini, Kemen-PANRB akan memberlakukan aturan ketat, bahwa PPPK atau honorer di tingkat Pemda harus ada masa kontraknya dan tidak boleh lama atau sesuai dengan masa kerja kepala daerah.

Solusi ini akan dibicarakan dengan Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).

error: Content is protected !!