korannews.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta panitia penyelenggara untuk memerhatikan keselamatan perempuan dan anak yang seringkali menjadi korban dalam kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar.
“Dari sisi regulasi, baik itu Undang-undang Perlindungan Anak, UU Keolahragaan sudah cukup kuat bagaimana seharusnya penonton menjadi pertimbangan utama untuk keselamatan, terutama penonton yang rentan, perempuan dan anak,” kata Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi KPAI Jasra Putra dalam media briefing bertajuk “Perlindungan Anak dalam Kegiatan Kerumunan”, Jakarta, Rabu.
KPAI mencatat ada berbagai aksi unjuk rasa juga selalu melibatkan anak-anak.
“Ada demonstrasi, kerumunan yang melibatkan anak, seperti saat demo penolakan RUU KPK, penolakan UU Omnibus Law,” kata Jasra Putra.
Anak-anak juga dilibatkan dalam kegiatan bernuansa politik, bahkan menjadi korban saat terjadi kerusuhan di depan kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), pasca Pemilu 2019.
Dalam kasus Kanjuruhan, KPAI sampai saat ini masih terus mendalami jumlah anak yang perlu mendapatkan pendampingan pasca tragedi tersebut.
“Ada sekitar 68 anak sudah berhasil dilakukan asesmen dan jumlahnya cukup banyak untuk meminta atau diminta untuk pendampingan,” katanya.
Jasra Putra menambahkan jumlah tersebut kemungkinan masih akan bertambah karena para aktivis perempuan dan anak masih mencari anak-anak yang terdampak tragedi tersebut yang belum dilaporkan.
Sementara, terdapat tiga anak yang kehilangan orang tua dalam tragedi Kanjuruhan dan banyak anak lainnya yang menderita luka berat dan ringan masih membutuhkan waktu pemulihan yang panjang.
KPAI berharap kasus Kanjuruhan ini mendorong semua pihak agar menyadari pentingnya perlindungan perempuan dan anak dalam kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar.