KLB Campak pada Anak, Cakupan Imunisasi Masih Belum Ideal

KLB Campak pada Anak, Cakupan Imunisasi Masih Belum Ideal

korannews.comCakupan imunisasi campak idealnya mencapai 95% untuk memutus mata rantai penularannya. Akan tetapi, saat ini persentase cakupan imunisasi campak masih di bawah standar yang ideal.

Dokter Spesialis Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI—RSCM), Mulya Rahma Karyanti menjelaskan data Kemenkes RI pada tahun 2020 dan 2021.

Data Kemenkes tersebut menunjukkan cakupan imunisasi dasar lengkap anak hanya mencapai 84%. Menurutnya, data tersebut memperlihatkan, bahwa kejadian luar biasa campak yang terjadi pada anak-anak belum lama ini sebagian besarnya menimpa mereka yang tidak pernah diimunisasi.

Ia menuturkan, cakupan imunisasi yang tinggi bukan hanya melindungi individu yang mendapatkan vaksin tersebut, tetapi juga dapat melindungi orang di sekitarnya sehingga terbentuk herd-immunity.

Imunisasi campak merupakan bagian dari program imunisasi pemerintah dengan menggunakan vaksin campak rubela atau measles rubella (MR) yang dapat diberikan pada anak mulai usia 9 bulan.

“Pada seseorang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi campak lalu terpapar penyakit campak , pemberian vaksin campak dalam 72 jam setelah terpapar dapat mencegah terjadinya penyakit campak ,” kata perempuan yang juga anggota Komite Ahli Verifikasi Nasional Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS), Kamis, 26 Januari 2023.

Lebih lanjut, Karyanti menuturkan, penyakit campak paling sering ditemukan pada bayi usia di bawah satu tahun, remaja, dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi campak secara adekuat.

Selain itu, seseorang yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (imunokompromais) akibat penyakit kronik atau pengobatan yang menekan daya tahan tubuh (steroid jangka panjang, kemoterapi, atau immunoglobulin) juga akan rentan terhadap penyakit campak .

Penularan campak terjadi melalui airborne atau udara dari seseorang yang terkena penyakit campak dari empat hari sebelum gejala hingga empat hari setelah munculnya ruam. Menurutnya, seseorang dapat mengalami campak karena belum terlindungi oleh antibodi terhadap campak yang bisa didapatkan dari imunisasi .

“Pada seseorang yang telah mendapatkan vaksin campak , respon tubuh yang inadekuat terhadap vaksin (tidak dapat membentuk antibodi yang adekuat untuk melawan campak ) serta imunitas yang menurun dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit campak ,” ujar Karyanti.

Ia menambahkan, ketika seseorang terinfeksi campak , terdapat gejala campak yang terbagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap prodromal yang ditandai dengan demam, batuk, pilek, nyeri menelan, sariawan, mata merah selama 2-3 hari, dan diare.

Kedua, tahap erupsi, yakni munculnya ruam kemerahan pada bagian mulai dari batas rambut di belakang telinga yang menyebar ke wajah, leher, dan tangan atau kaki selama 5-6 hari. Terakhir, tahap penyembuhan saat ruam hilang sesuai urutan kemunculannya menjadi berwarna kehitaman dan mengelupas yang akan hilang dalam 1-2 minggu.

Campak dapat sangat berbahaya jika terjadi komplikasi. Karyanti mengatakan, komplikasi tersebut, seperti ensefalopati/ensefalitis (radang otak) yang ditandai dengan kejang atau penurunan kesadaran, bronkopneumonia (radang paru) yang ditandai dengan sesak napas, enteritis (radang saluran pencernaan) yang ditandai dengan diare sampai dehidrasi berat, dan infeksi telinga bagian tengah.

Baca Juga: Bukan Mobil, Pengamat Sebut Ekosistem Kendaraan Listrik Ramai dengan Sepeda Motor di 2030

Ia mengatakan, penanganan penyakit campak bersifat suportif seperti asupan cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Pada kasus dengan komplikasi dapat diberikan antibiotik jika ada indikasi infeksi sekunder bakteri atau memerlukan perawatan di rumah sakit.

“Seseorang yang terkena penyakit campak sangat cepat menularkan virus campak melalui udara empat hari sebelum hingga empat hari setelah munculnya ruam melalui udara sehingga perlu dilakukan isolasi baik secara mandiri di rumah atau di rumah sakit,” kata Karyanti.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di 12 provinsi. KLB ditetapkan apabila suatu daerah terdapat minimal dua kasus campak yang terkonfirmasi dengan pemeriksaan serologi antibodi campak yang positif dan berkaitan dengan epidemiologi.

Karyanti mengatakan, KLB campak yang telah ditetapkan ini berkaitan dengan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi yang menurun drastis selama masa pandemi Covid-19.

“Hal ini diakibatkan kekhawatiran orang tua membawa anaknya ke fasilitas kesehatan karena takut tertular Covid-19. Selain itu, beberapa fasilitas kesehatan penyedia layanan vaksinasi juga dibatasi aktivitasnya di awal masa pandemi,” ujarnya.***

error: Content is protected !!