Kemensos Sebut Tak Ada Uang untuk Korban Gagal Ginjal, Tim Advokasi: Agak Lucu…

Kemensos Sebut Tak Ada Uang untuk Korban Gagal Ginjal, Tim Advokasi: Agak Lucu…

korannews.com – Sebanyak 25 perwakilan kelompok atau class action keluarga korban gagal ginjal akut yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengaku belum menerima bantuan apa pun dari pemerintah.

Hal itu diungkapkan anggota tim advokasi gugatan ini, Siti Habiba, menanggapi tidak adanya anggaran Kementerian Sosial (Kemensos) untuk membantu korban gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) tersebut.

Menurut Habiba, Kemensos adalah Kementerian yang ikut sepakat bertanggung jawab dalam peristiwa yang menyebabkan ratusan anak mengalami gagal ginjal usai mengonsumsi obat sirup mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) ini.

“Saya menanggapinya agak lucu, karena Kemensos kan ikut rapat tanggal 15 Februari 2023 bersama Kementerian lain yang dikoordinir oleh Menko PMK (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan),” kata Habiba kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2023).

“Artinya kesepakatan soal tanggung jawab itu sudah selesai saat rapat,” ujar anggota tim advokasi gagal ginjal yang kini gugatannya diterima oleh PN Jakarta Pusat itu.

Habiba menilai, terbitnya surat dari Menko PMK kepada Menteri Sosial (Mensos) tertanggal 6 Maret 2023 untuk memberikan bantuan kepada korban gagal ginjal adalah tindak lanjut dari pertemuan tanggal 15 februari 2023.

Oleh sebab itu, tim advokasi tidak dapat memahami pernyataan Mensos Tri Rismaharini yang mengaku tidak memiliki uang untuk menindaklanjuti surat dari Menko PMK.

“Jadi sudah tidak ada alasan mensos berdalih seperti itu. Kondisi ini menggambarkan seolah tidak ada komunikasi yang baik antar lembaga negara karena saling lempar tanggung jawab,” kata Habiba.

Seperti diketahui, persoalan bantuan pasien gagal ginjal masih dikeluhkan pihak keluarga karena belum ada santunan dari pemerintah. Setidaknya sudah ratusan korban gagal ginjal yang diakibatkan keracunan obat sirup yang mengandung EG/DEG.

Risma mengakui dirinya telah menerima data pasien gagal ginjal dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun, karena tak adanya anggaran, Kemensos pun akhirnya mengadukan hal ini ke Menko PMK Muhadjir Effendy.

“Kami enggak ada uang kalau terus menerus. makanya saya sudah matur ke Pak Menko PMK, ‘Pak, kami enggak ada uang. Kalau (dikasih santunan) satu kali, terus dia cuci ginjal lagi, terus dari mana duitnya?’,” kata Risma saat ditemui di Kantor Kemensos, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).

“Sudah (dapat data dari Kemenkes). Cuma ini nanti saya akan jawab resmi bahwa kami enggak punya anggaran untuk itu,” ungkap Risma.

Biasanya, kata Risma, uang santunan diambil dari balai-balai Kemensos. Namun saat ini, anggaran di balai sudah turun hingga Rp 300 miliar. Anggaran bencana pun turun sekitar 50 persen.

“Ini saja aku juga bingung karena kemarin case Kanjuruhan itu enggak terduga sekian ratus itu kami harus biayai. Habis uangnya ini, sudah minus itu, jadi (uang) santunan itu sudah minus,” tutur Risma.

Adapun balai-balai itu merupakan tempat rehabilitasi, di dalamnya banyak Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), anak telantar, orang telantar, hingga anak yang bermasalah dengan hukum.

Jika anggaran untuk balai diambil untuk program lain, ia khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup orang yang menetap di balai hingga habis tahun berjalan.

“Makanya kami akan jawab, karena kalau saya ambil itu kan biasanya uang dari balai. Kalau saya ambil dari uang itu nanti takutnya enggak cukup, nanti orang-orang ini makan apa di balai, orang ODGJ banyak,” ucap Risma.

Sementara itu, Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah akan menggunakan anggaran dari pos lain untuk memberikan bantuan ataupun santunan kepada korban gagal ginjal akut.

Hal ini menanggapi pernyataan Rismaharini yang mengatakan bahwa Kemensos tidak memiliki anggaran untuk memberikan santunan kepada korban ataupun keluarga korban gagal ginjal akut.

“Sedang diupayakan menggunakan alokasi dana yang lain,” kata Muhadjir Effendy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/3/2023).

Kendati begitu, ia tidak memerinci secara jelas dari program mana anggaran santunan korban tersebut dialokasikan. Yang jelas, kata Muhadjir, bantuan untuk korban gagal ginjal akut akibat keracunan obat sirup menjadi salah satu prioritas pemerintah.

Sebagai informasi, gagal ginjal akut pada anak sebelumnya dinyatakan sebagai penyakit misterius karena belum diketahui penyebabnya. Belakangan diketahui, kasus ini disebabkan oleh keracunan obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).

Zat kimia berbahaya itu sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, namun cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diperbolehkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol.

Cemaran ini tidak membahayakan sepanjang tidak melebihi ambang batas. Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, sebanyak 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang.

Tak hanya itu, para korban menggugat Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan. Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

error: Content is protected !!