korannews.com – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Kapolri ) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang didalangi eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menjadi pukulan berat bagi institusi Bhayangkara.
“Ya bagi kita, bagi institusi Polri, tentunya jujur ini adalah pukulan berat ya, buat institusi kami,” kata Sigit dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Rabu (1/3/2023) malam.
Sebelum kejadian kasus pembunuhan berencana itu, menurutnya Polri memiliki tingkat kepercayaan yang tertinggi. Namun, kasus yang dilakukan Ferdy Sambo membuat tingkat kepercayaan publik menurun drastis mencapai titik sangat rendah.
Sigit mengatakan, kejadian itu adalah pil pahit dan pelajaran yang berharga buat Korps Bhayangkara.
“Ini pil pahit buat kita semua. Namun demikian tentunya pil pahit itu tentunya harus menjadi obat bagi kita untuk kemudian bagaimana kita melakukan perbaikan dalam waktu yang cepat,” ungkapnya.
Selain itu, Kapolri berharap kasus Ferdy Sambo itu bisa menjadi momen bagi anggota Polri untuk mengambil pilihan.
Menurutnya, anggota Polri harus bisa menjaga soliditas, bekerja keras, serta berkomitmen untuk melakukan perbaikan termasuk di dalam kualitas pelayanan terhadap publik.
“Dan tentunya bagaimana kehadiran Polri di tengah masyarakat pada saat masyarakat membutuhkan itu harus betul-betul dirasakan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Sigit menyampaikan proses penyelesaian kasus yang dilakukan Mantan Kadiv Propam itu memakan waktu yang cukup panjang.
Setelah kasus ini selesai, Sigit pun mengingatkan bahwa jajaran Polri harus fokus kembali melaksanakan tugas-tugas lain yang ada di Kepolisian.
“Akhirnya semua bisa kita tuntaskan sesuai dengan janji kita waktu itu bahwa kita akan menangani kasus FS ini secara transparan, profesional, akuntabel dan tentunya menggunakan dasar-dasar scientific crime investigation,” ujarnya.
Kasus Ferdy Sambo
Ferdy Sambo merupakan mantan jenderal bintang dua yang menjadi terdakwa pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Yosua.
Ia memerintahkan ajudannya yang bernama Bharada E atau Richard Eliezer untuk menembak Yosua di rumah dinasnya, Kawasan Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Proses pembunuhan berencana itu turut melibatkan istrinya, Putri Candrawathi; ajudannya, Bripka Ricky Rizal; dan asisten rumah tangganya, Kuat Ma’ruf.
Kelima pelaku sudah mendapatkan vonis dan dijerat pasal terkait pembunuhan berencana.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati, Putri Candrawathi divonis pidana 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara, dan Ricky Rizal dijatuhi pidana 13 tahun penjara.
Sementara itu, Richard Eliezer mendapat sanksi paling ringan, yakni 1,5 tahun, karena statusnya sebagai justice collaborator.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.