korannews.com – Istana Batu Tulis di Kota Bogor, Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengumumkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden 2024.
Pengumuman politik itu dilaksanakan di Istana Batu Tulis bertepatan dengan Hari Kartini pada 21 April 2023.
“Maka pada Hari Kartini ini tanggal 21 April 2023 pada jam 13.45 WIB dengan mengucap Bismillahhirrahmanirrahim menetapkan saudara Ganjar Pranowo sebagai kader dan petugas partai untuk ditingkatkan penugasannya sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” kata Megawati dalam Rapat ke-140 DPP PDI-P di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat.
Sejumlah pertemuan politik pernah digelar di Istana Batu Tulis. Agenda politik yang digelar di tempat itu sangat terkait dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Di sisi lain, Istana Batu Tulis merupakan tempat peristirahatan Presiden ke-1 Republik Indonesia, Ir. Sukarno .
Berikut ini rangkuman sejumlah pertemuan politik di Istana Batu Tulis.
1. Pertemuan Megawati dan Prabowo Subianto (15 Mei 2009)
Megawati dan Prabowo bertemu di Istana Batu Tulis dan sepakat untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden (Pilpres) 2009-2014.
2. Pertemuan Megawati dan Presiden Jokowi (22 Oktober 2017)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Megawati di Istana Batu Tulis. Pertemuan itu berlangsung tertutup tetapi tidak ada kesepatakan yang disampaikan.
3. Deklarasi Jokowi menjadi Capres 2019 (20 Februari 2018)
Presiden Jokowi kembali diundang oleh Megawati ke Istana Batu Tulis. Saat itu merupakan tahun politik menjelang pemilihan umum 2019. Setelah pertemuan itu, tepatnya 23 Februari 2018, PDI-P mendeklarasikan Presiden Jokowi sebagai calon presiden RI 2019-2024.
4. Pembahasan Cawapres Jokowi (12 Juni 2018)
Megawati dan Jokowi kembali bertemu di Istana Batu Tulis setelah deklarasi capres pada Februari 2018. Saat itu mereka membahas soal sosok calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi.
5. Cawapres Jokowi siap diumumkan (8 Juli 2018)
Jokowi kembali bertemu dengan Megawati di Istana Batu Tulis. Setelah pertemuan itu disampaikan kandidat pendamping Jokowi di Pilpres 2019 sudah mengerucut dan siap diumumkan.
6. Megawati dan Jokowi membahas Pilpres 2024 (8 Oktober 2022)
Megawati mengundang Presiden Jokowi ke Istana Batu Tulis. Keduanya membahas ancaman krisis pangan dan ekonomi akibat pengaruh situasi geopolitik dunia dan juga membahas kepemimpinan menjelang Pilpres 2024.
7. Ganjar Pranowo jadi bakal Capres PDI-P (21 April 2023)
PDI-P menggelar Rapat ke-140 Dewan Pimpinan Pusat pada 21 April 2023. Dalam agenda itu mereka mengumumkan mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal capres 2024.
Ganjar pun menyatakan siap mengemban tugas sebagai capres 2024 yang diberikan Megawati.
Kilas sejarah Istana Batu Tulis
Kompleks bangunan itu sebenarnya bernama Hing Puri Bima Cakti. Saat ini di sekitarnya dikelilingi oleh perkampungan penduduk.
Istana Batu Tulis yang berdiri di atas lahas seluas 3,8 hektare juga dikelilingi oleh pagar tembok berwarna putih.
Menurut catatan sejarah, pembangunan kompleks bangunan itu dilakukan setelah kunjungan seorang ahli gunung berapi bernama Abraham Van Riebeeck pada 1702.
Saat itu Abraham Van Riebeeck ditugaskan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia (kini Jakarta) untuk memeriksa kondisi Buitenzorg (Bogor) setelah letusan Gunung Salak pada 1699.
Dia mencatat lumpur akibat letusan Gunung Salak sempat menyumbat aliran Sungai Ciliwung.
Maka dari itu dia kemudian membersihkan sumbatan itu karena Sungai Ciliwung merupakan sumber air bagi penduduk Batavia. Van Riebeeck kemudian dipersilakan membangun sebuah tempat peristirahatan untuk memantau aktivitas Gunung Salak.
Kompleks bangunan itu yang saat ini kemudian menjadi cikal bakal Istana Batu Tulis. Tempatnya tidak jauh dari lokasi Prasasti Batu Tulis yang diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Lantas pada 1960-an, Presiden Sukarno membeli tanah di sekitar tempat peristirahatan itu.
Dia lantas meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk merancang sebuah bangunan untuk rumah tinggal dan tempat peristirahatan.
Sejumlah elemen gaya bangunan Istana Batu Tulis mirip dengan Istana Tampaksiring di Bali karena arsiteknya pun sama.
Menurut cerita masyarakat sekitar, saat itu Sukarno kerap menginap di Istana Batu Tulis dan gemar bercengkerama dengan warga sekitar.
Gejolak politik setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 membuat citra Sukarno meredup.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) lantas mencabut mandat kepada Sukarno sebagai presiden pada 7 Maret 1967.
Dalam buku otobiografi “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis Cindy Adams disebutkan, Sukarno berharap dia dimakamkan di wilayah pegununungan saat wafat.
Meski tidak menyebutkan secara khusus soal Istana Batu Tulis, dalam buku itu Sukarno berharap ingin dimakamkan di tempat yang sederhana.
“Saya ingin berbaring di antara perbukitan dan ketenangan. Hanya keindahan dari negara yang saya cintai dan kesederhanaan sebagaimana saya hadir. Saya berharap rumah terakhir saya dingin, pegunungan, daerah Priangan yang subur di mana saya bertemu pertama kali dengan petani Marhaen,” kata Sukarno dalam buku itu.
Sukarno wafat pada 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Pemerintah Orde Baru memutuskan untuk memakamkan Sukarno di kota kelahirannya di Blitar, Jawa Timur melalui Keppres RI Nomor 44 Tahun 1970.
Setelah Sukarno meninggal, pengelolaan Istana Batu Tulis diambil alih pemerintah Orde Baru.
Baru pada pemerintahan mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, pengelolaan Istana Batu Tulis diserahkan kembali kepada ahli waris Sukarno.