Industri Minyak RI Belum ‘Kiamat’, PHE Masih Agresif Ngebor

Industri Minyak RI Belum ‘Kiamat’, PHE Masih Agresif Ngebor

Industri Minyak RI Belum ‘Kiamat’, PHE Masih Agresif Ngebor

korannews.com – Di tengah rencana pemerintah untuk mencapai netral karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, ternyata kebutuhan minyak masih tetap ada.

Berdasarkan proyeksi Dewan Energi Nasional (DEN), kontribusi minyak pada 2050 diperkirakan masih mencapai 200 juta ton ekuivalen atau 20% dari total kebutuhan energi nasional sebesar 1.000 juta ton ekuivalen.

Adapun kontribusi minyak pada 2050 itu setara dengan kebutuhan energi nasional saat ini yang sebesar 210 juta ton ekuivalen.

Masih besarnya kontribusi minyak pada 2050 tersebut, artinya eksplorasi minyak dan gas bumi masih tetap harus dilakukan, bahkan digencarkan. Hal tersebut juga dilakukan PT Pertamina Hulu Energi, Subholding Upstream Pertamina.

Direktur Eksplorasi PHE Muharram Jaya Panguriseng mengatakan, pihaknya saat ini sedang menggenjot eksplorasi migas di Tanah Air.

“Jadi minyaknya saja di tahun 2050 nanti itu kan sama dengan angka total energi sekarang kurang lebih. Itu artinya untuk pemenuhan energi nasional tidak ada cara lain selain eksplorasi yang masif dan agresif,” tuturnya pada program Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (12/12/2022).

Muharram menyebut, perusahaan telah menemukan sumber daya hidrokarbon 283 juta barel setara minyak (BOE). Guna menindaklanjuti temuan sumber daya ini, pihaknya akan terus melakukan evaluasi komprehensif tentang potensi hidrokarbon tersebut. Bila hasil evaluasi dari kegiatan seismik maupun pengeboran eksplorasi tersebut sudah jelas, maka perusahaan sudah ada gambaran mengenai risiko dan perusahaan bisa menentukan aksi berikutnya.

“Business process penentuan status eksplorasi ini adalah sesuatu yang kita harus lalui sebelum melakukan Plan of Development (PoD) dan kemudian diproduksikan,” ucapnya.

Namun, bila berdasarkan hasil evaluasi ternyata potensi ini belum cukup meyakinkan, maka perusahaan akan melakukan pengeboran appraisal.

“Nah pemboran appraisal ini adalah untuk mengonfirmasi yang belum lengkap dari pemboran pertama. Kalau kita perhatikan business process yang kita akan jalani ke depan, maka untuk yang sudah tidak memerlukan tambahan data lagi, kita bisa lakukan monetisasi secepat-cepatnya,” tuturnya.

Selain itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai eksplorasi terhadap potensi migas yang dimiliki di dalam negeri memang perlu dilakukan. Hal tersebut dinilai jika tidak dilakukan eksplorasi maka tidak ada cadangan yang bisa diproduksikan.

“Kalau di dalam pertanian, ini (eksplorasi) adalah menanam benihnya. Jadi kalau tidak ada kegiatan menanam tentu tidak akan bisa memanen. Ini (eksplorasi) jadi luar biasa penting, kalau nggak ada eksplorasi maka nggak ada cadangan, maka kemudian tidak ada yang diproduksikan,” tuturnya.

Komaidi menyebutkan bahwa kegiatan eksplorasi ini memiliki risiko yang sangat tinggi. Hal tersebut mengingat materi yang digelontorkan tidak main-main dengan hasil yang belum pasti.

Komaidi menganalogikan dengan pertanian yang jika hasilnya dimakan hama, maka tidak akan ada yang bisa diperoleh. Hal yang sama bisa terjadi pada kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PHE.

“Kegiatan eksplorasi itu seperti yang saya sampaikan tadi, seperti kegiatan menanam di sawah. kalau kemudian tanamannya dimakan hama hilang begitu saja,” tandasnya.

Untuk diketahui, PT Pertamina (Persero) kini merupakan tulang punggung minyak dan gas bumi nasional. Pasalnya, 67% produksi minyak nasional dan 32% produksi gas nasional kini berasal dari perusahaan pelat merah ini.

Kondisi ini terutama terjadi sejak Pertamina mengambil alih salah satu blok minyak dan gas bumi tertua, yakni Blok Rokan di Riau, dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) sejak 9 Agustus 2021 lalu.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Wiko Migantoro memaparkan target produksi migas perusahaan tahun ini dipatok sebesar 854 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD), terdiri dari produksi minyak sebesar 446 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 2.363 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

“Saat ini kontribusi produksi PHE adalah 67% dari produksi minyak nasional dan 32% dari produksi gas nasional. Hal ini didukung dari empat regional domestik yang berada di dalam hubungan Sub Holding Upstream,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (9/11/2022).

Wiko mengatakan target produksi migas tersebut meningkat 14,78% dibandingkan capaian 2021 yang hanya 744 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). Adapun target-target tersebut didukung dengan adanya peningkatan aktivitas seperti jumlah sumur pengeboran.

Berdasarkan catatan perusahaan, hingga September 2022 capaian produksi minyak Pertamina telah mencapai 418 ribu bph. Sementara untuk realisasi produksi gas sebesar 2.216 MMSCFD.

“Pada akhir Desember produksi migas PHE akan sebesar sebesar 808 ribu BOEPD atau tumbuh 9% dibanding realisasi tahun 2021 sebesar 744 ribu BOEPD,” katanya.

error: Content is protected !!