korannews.com – Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan (RUU Kesehatan) Omnibus Law telah diserahkan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Penyerahan DIM RUU tersebut diwakili oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin ke Komisi IX DPR RI pada Rabu (5/5/2023).
Artinya, proses pembahasan RUU Kesehatan terus berlanjut meski rancangan aturan tersebut menuai banyak penolakan.
DIM itu memuat perubahan aturan dari sedikitnya sepuluh undang-undang terkait kesehatan, di antaranya ketentuan tentang surat tanda registrasi (STR).
Sebelumnya, perihal STR diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
“Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi,” demikian bunyi Pasal 1 angka 10 UU Nomor 36 Tahun 2014.
Adapun menurut UU yang sama, registrasi yang dimaksud ialah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2014, STR diterbitkan oleh konsil (lembaga yang mewakili dan menangani suatu bidang tertentu) masing-masing tenaga kesehatan.
Konsil yang dimaksud misalnya konsil kedokteran, konsil kedokteran gigi, atau konsil masing-masing tenaga kesehatan lainnya.
Namun, dalam DIM RUU Kesehatan Omnibus Law, aturan itu diubah. Kewenangan penerbitan STR rencananya dilimpahkan ke lembaga atas nama menteri.
Masih terkait STR, RUU Kesehatan juga mengubah ketentuan tentang masa berlaku STR yang semula 5 tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 tahun menjadi seumur hidup.
Pemerintah berpandangan, perubahan masa berlaku STR bersifat administratif pencatatan tenaga kesehatan sehingga cukup dilakukan sekali seumur hidup. Sementara, proses resertifikasi yang semula ada pada STR akan dilekatkan pada proses perpanjangan surat izin praktik (SIP).
Perubahan lainnya, dalam RUU Kesehatan, surat keterangan sehat fisik dan mental serta surat pernyataan telah megucapkan sumpah/janji profesi tak lagi jadi syarat bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang hendak menjalankan praktik.
Sehingga, syarat tenaga kesehatan dan tenaga medis yang hendak praktik hanya meliputi STR dan sertifikat kompetensi.
Untuk lebih jelasnya, berikut bunyi Pasal 44 UU Tenaga Kesehatan:
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
- memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
- memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
- memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
- memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
- membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
Sementara, berikut bunyi Pasal 245 DIM RUU Kesehatan:
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga atas nama Menteri, setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit:
- memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan dan/atau sertifikat profesi; dan
- memiliki sertifikat kompetensi.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dikecualikan bagi Tenaga Kesehatan dengan kualifikasi pendidikan akademik.
(5) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup.
Adapun RUU Kesehatan Omnibus Law sedikitnya melebur 10 undang-undang, di antaranya UU Nomor 4 Tahun 1984 terkait Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Kemudian, UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, hingga kini pihaknya telah merangkum 3.020 DIM dari total 478 pasal yang ada pada RUU Kesehatan.
“Sebanyak 1.037 DIM bersifat tetap, dalam arti mengonfirmasi dari DPR, 399 ada perubahan redaksional dan 1.584 ada perubahan substansi. Selain batang tubuh, kami memiliki penjelasan ada 1.488 DIM, 609 tetap, 14 DIM perubahan redaksional, dan 865 perubahan substansi,” jelas Budi.
Penolakan terhadap RUU Kesehatan ini telah disuarakan oleh berbagai kalangan sejak lama. Bahkan, pada Senin (8/5/2023) kemarin, sejumlah organisasi profesi kesehatan menggelar aksi demonstrasi di Jakarta untuk menolak RUU tersebut.
Selain sejumlah pasalnya dinilai bermasalah, RUU Kesehatan juga dinilai tidak urgen. Pembahasan aturan tersebut juga dipandang terburu-buru dan tak melibatkan seluruh kalangan.