Survei Tunjukkan Warga Korea Selatan Enggan Menikah tapi Gemar Menonton Acara Kencan

Survei Tunjukkan Warga Korea Selatan Enggan Menikah tapi Gemar Menonton Acara Kencan

korannews.com – Sebuah survei menunjukkan jumlah pasangan menikah di Korea Selatan menurun sebanyak 23 persen dalam lima tahun terakhir.

Negeri Gingseng juga disebut punya tingkat kesuburan terendah di dunia dengan jumlah kelahiran pertahun yang sedikit. Kendati demikian, acara kencan begitu digemari, bahkan pada 2022 jumlahnya naik tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Dilansir dari South China Morning Post, paling tidak ada 20 program acara kencan yang disiarkan televisi nasional dan platform streaming pada 2022. Acara-acara tersebut bukan hanya mengangkat topik perjodohan kawula muda tapi juga menyorot jenis hubungan non-tradisional yang tidak berkutat pada pernikahan atau memulai keluarga.

Acara seperti “Living Together, Not Marriage” misalnya, berfokus pada pasangan yang memilih untuk bersama tetapi tidak terikat pernikahan. “His Man”, menyorot kehidupan pasangan LGBTQ di Korsel, sedang ada pula acara lain yang mengisahkan pencarian cinta bagi orang-oran yang pernah bercerai.

Kepala produser Living Together, Not Marriage menyebut acaranya tidak bermaksud untuk mempromosikan kumpul kebo atau gerakan anti-pernikahan.

“Dengan menunjukkan gaya hidup para pasangan ini dan alasan di balik keputusan mereka, kami ingin membawa topik baru ke hadapan masyarakat,” kata Kim seperti dikutip dari SCMP pada Selasa, 14 Maret 2023.

Meski tak ada statistik resmi yang dirilis, pasangan tidak menikah yang hidup bersama bukan dianggap keanehan lagi di Korea Selatan . Meski begitu, memiliki anak di luar pernikahan tetap jadi pertimbangan besar pasangan di sana.

Salah satu pasangan yang tampil di acara tersebut, Cho Sungho dan Lee Sangmi telah bersama selama lebih dari 10 tahun. Lee yang seorang model berkata bahwa keputusannya untuk tidak menikah didasari keinginan untuk tidak terikat tradisi. Ia tidak memiliki keinginan punya anak dengan alasan akan sulit menjadi ibu yang baik sekaligus tetap menjadi diri sendiri.

“Aku paling nyaman dengan kondisi seperti sekarang. Aku juga tidak mengerti kenapa harus menikah dan menambah kewajiban seperti mengunjungi orang tua kedua pihak saat musim liburan,” ucap Lee.

Di satu sisi, Cho yang berusia 32 tahun tetap berharap soal pernikahan dan anak, meski dirinya paham alasan Lee menolak. Ia menyadari bahwa di Korea Selatan , beban pengasuhan anak selalu lebih besar ditanggung oleh pihak perempuan.

Konten yang menggambarkan lika-liku hubungan percintaan memang menarik minat masyarakat. Terutama pada era saat popularitas pernikahan dan menjadi orang tua merosot tajam.

Selain itu, budaya patriarki yang mengakar menyebabkan ketimpangan gender dan pembagian peran domestik. Biaya membesarkan anak yang tinggi juga jadi faktor orang-orang memilih tidak menikah .

Meski acara kencan tumbuh subur sepanjang tahun lalu, survei juga menunjukkan bahwa ada banyak individu yang bahkan tak menjalin hubungan romantis.

Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Populasi, Kesehatan, dan Kesejahteraan Korea menyebut bahwa 2/3 dari 1000 individu berusia 19 sampai 34 tahun sedang melajang. 61% adalah perempuan dan sisanya laki-laki.

Acara kencan seperti Living Together, Not Marriage menggambarkan kondisi Korea Selatan saat ini mulai merangkul ide-ide Barat dalam menyikapi hubungan yang beragam. Seorang profesor psikologi dari Dankook University, Lim Myungho berpendapat bahwa acara semacam ini sebenarnya baik untuk warga Korsel.

“Pemerintah dan masyarakat harus berupaya menumbuhkan persepsi positif terhadap pacaran dan pernikahan. Program seperti ini dapat membantu hal itu,” kata Lim.***

error: Content is protected !!