Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan inflasi di Indonesia pada Juli 2022 mencapai 4,94 persen secara tahunan. Menurutnya, inflasi terjadi di 90 kota yang dipantau oleh BPS. Inflasi tertinggi terjadi di Kendari dengan angka 2,27 persen, sedangkan terendah terjadi di Pematang Siantar dan Tanjung dengan angka sebesar 0,04 persen.
“Penyumbang utama dari inflasi pada Juli antara lain karena kenaikan harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan cabai rawit,” jelas Margo Yuwono dalam konferensi pers daring, Senin (1/8/2022).
Margo menambahkan inflasi di tanah air terus menguat karena terdampak kenaikan harga energi dan pangan global. Menurutnya, inflasi karena energi dapat diredam dampaknya melalui kebijakan subsidi pemerintah.
Sedangkan untuk inflasi pangan masih terdampak akibat kondisi cuaca dan gangguan suplai domestik.
“Inflasi Indonesia secara tahunan mengalami peningkatan yang persisten sepanjang tahun 2022, namun kondisi tersebut kalau dibandingkan dengan beberapa negara, kita masih lebih baik,” tambahnya.
Beberapa negara yang inflasinya di atas Indonesia pada Juni 2022 yaitu Korea (6,1 persen), Inggris (8,2 persen), Amerika (9,1 persen), dan Uni Eropa (9,6 persen). Sedangkan China di bawah Indonesia yakni 2,5 persen.
Selain itu, kata Margo, fondasi ekonomi nasional masih stabil jika melihat penyebab inflasi dari komponen inti. Karena itu, ia menuturkan inflasi Indonesia sejauh ini masih aman.
Pengamat: Beban Masyarakat Bertambah Karena Inflasi Hampir Lima Persen
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eka Puspitawati mengatakan peningkatan inflasi yang hampir menembus lima persen akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Kata dia, beban hidup masyarakat akan semakin bertambah karena kenaikan inflasi yang didorong kenaikan harga pangan khususnya cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah. Belum lagi, kenaikan harga energi, khususnya listrik..
“Padahal kedua pengeluaran, pangan dan energi, memiliki kontribusi terbesar di mana pengeluaran pangan lebih dari 49 persen dari total pengeluaran, sedang untuk pengeluaran energi untuk keperluan listrik dan transportasi rumah tangga adalah sebesar kurang lebih tiga persen dari pengeluaran total,” jelas Eka kepada VOA, Senin (1/8/2022).
Eka menambahkan kenaikan inflasi dapat berdampak buruk pada perekonomian dan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang dibarengi peningkatan harga-harga barang. Menurutnya, Indonesia bisa dengan mudah tergelincir ke dalam resesi jika tidak diimbangi dengan dorongan terhadap agregat permintaan (aggregate demand) pada barang dan jasa.
Selain itu, Eka memperkirakan kenaikan inflasi masih dapat terus berlanjut karena kondisi iklim dan ekonomi dunia juga masih belum pasti. Kegagalan panen masih menghantui karena Indonesia memasuki musim panas yang mungkin mengalami perubahan iklim. “Ekonomi dunia juga masih ada ancaman terutama terkait stok pangan dunia yang masih terkendala karena perang Ukraina-Rusia dan meningkatnya harga minyak dunia,” tambahnya.
Eka menyarankan pemerintah melakukan sejumlah langkah agar tidak terjerumus dalam resesi, seperti menjaga ketersediaan pangan dan energi, dan memastikan harga yang terjangkau masyarakat di tengah perekonomian yang sulit. [sm/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.