Sektor Pertanian Indonesia Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Sektor Pertanian Indonesia Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Petani di seluruh dunia, termasuk Indonesia, merasakan dampak perubahan iklim global. Sejumlah upaya dilakukan untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga mampu memahami iklim dan cuaca.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) punya peran besar bagi Hartoto, seorang petani di Magelang, Jawa Tengah, dalam menghadapi dampak perubahan iklim global. Tahun 2018, dia menjadi peserta Sekolah Lapang Iklim yang diselenggarakan lembaga tersebut. Kini, dia mampu memahami prakiraan cuaca, dan menjadi rujukan bagi kawan-kawan sesama petani di wilayahnya. Dia bahkan mendorong BMKG menghadirkan lebih banyak petani yang paham iklim dan cuaca di seluruh Indonesia.

“Kalau satu desa ada satu orang yang ahli, informasi akan sampai dan masyarakat mengerti. Masyarakat tidak akan terjebak dengan situasi cuaca yang tidak menentu,” kata Hartoto.

Sektor Pertanian Indonesia Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Sekolah Lapang Iklim BMKG melatih petani memahami cuaca untuk mendukung budidaya tanaman mereka. (Foto: BMKG)

Sebagai petani, Hartoto memanfaatkan telepon pintar yang dimilikinya antara lain untuk mengakses informasi cuaca. Manfaatnya, kata Hartoto, sangat beragam, mulai dari panduan untuk kegiatan menjemur padi sampai menentukan waktu tanam. Petani yang berusia relatif muda, relatif lebih mudah memahami hal ini. Bagi petani tua, kata Hartoto, penjelasan detil dengan bertemu langsung lebih membantu.

“Jadi informasi itu memang penting. Terus terang kalau saya sendiri kemarin tidak mendapatkan pelatihan di Sekolah Lapang Iklim, saya juga tidak bisa membaca informasi ataupun peta meteorologi yang disampaikan oleh BMKG,” lanjut Hartoto, yang berbicara dalam Rapat Koordinasi Nasional BMKG, Selasa (9/8). Rakornas sendiri berlangsung selama dua hari, yaitu 8-9 Agustus 2022.

Lansekap kawasan pertanian Nampan, Sukomakmur, Magelang, Jawa Tengah. (Foto: VOA/Nurhadi)

Lansekap kawasan pertanian Nampan, Sukomakmur, Magelang, Jawa Tengah. (Foto: VOA/Nurhadi)

BMKG Bantu Petani

Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati dalam Rakornas itu menguraikan bagaimana lembaga yang dipimpinnya membimbing petani memahami cuaca. Mereka antara lain dilatih mengukur curah hujan dengan menggunakan alat takar sederhana. Selain itu, petani juga didorong memanfaatkan telepon genggamnya untuk mengakses informasi cuaca dan iklim.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. (Foto: Courtesy/BMKG)

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. (Foto: Courtesy/BMKG)

Melalui aplikasi InfoBMKG, kata Dwikorita, petani bisa mengakses info cuaca hingga enam hari ke depan, kondisi hujan, suhu udara, kecepatan dan arah angin, hingga kelembaban udara. Para petani mengikuti program Sekolah Lapang Iklim, yang sampai saat ini telah melatih sekitar 20 ribu petani. Upaya ini penting, karena cuaca berperan penting menjamin ketersediaan pangan Indonesia ke depan.

“Kami juga memberikan informasi, tidak hanya iklim, tetapi cuaca. Ketersediaan pangan ini kan sangat tergantung pada keberhasilan panen. Jangan sampai petani gagal panen. Informasi cuaca ini harus kami sampaikan, sebelum kejadian ekstrem,” papar Dwikorita.

BMKG bahkan membuat proyeksi iklim dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan. Seluruh lembaga terkait di sektor pangan dapat memanfaatkannya untuk menyusun strategi menghadapi perubahan iklim global yang terjadi.

“Jadi, perannya adalah memberikan informasi sedini mungkin, agar mulai dari pemikir, analis yang ada di Badan Pangan Nasional, sampai ke petani yang ada di lapangan, itu bisa ada perencanaan,” tambah Dwikorita.

“Seperti sekarang ini. Beberapa bulan sebelumnya kita sudah bisa memprediksi, musim kemarau ini kemarau basah. Kami informasikan ke presiden, jajaran di bawahnya, sampai ke petani. Sehingga petani bisa memperkirakan, akan menanam apa karena kemaraunya basah,” ujarnya lagi.

Seorang petani menanam benih padi di sawah di Demak, 23 Oktober 2018. (Foto: Antara/Aji Styawan via REUTERS)

Seorang petani menanam benih padi di sawah di Demak, 23 Oktober 2018. (Foto: Antara/Aji Styawan via REUTERS)

BMKG juga menyusun peta, yang bisa dijadikan acuan dalam menyusun strategi ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Daerah mana saja dalam enam bulan ke depan yang hasil produksi pangannya bagus, dan mana yang tidak. Termasuk di dalamnya adalah sektor perikanan. BMKG juga membantu memandu pengiriman logistik pangan, dengan mempertimbangkan situasi cuaca di kawasan tertentu.

Presiden Ingatkan Mitigasi

Dalam sambutannya, Presien Joko Widodo mengingatkan seluruh pihak bahwa Indonesia menghadapi tantangan perubahan iklim pada kondisi yang kritis. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), menyatakan indikator perubahan iklim dan dampaknya pada 2021 makin memburuk.

Presiden Jokowi. (Foto: Biro Setpres)

Presiden Jokowi. (Foto: Biro Setpres)

“Di mana tujuh tahun terakhir telah menjadi tujuh tahun dengan suhu terpanas. Kondisi ini menjadi tantangan nyata bagi kita dalam penanggulangan dampak perubahan iklim, menjadi isu prioritas dan tantangan global setelah meredanya COVID-19,” kata Jokowi, Senin (8/8)

“Organisasi pangan dunia, FAO, menyebutkan, lebih dari 500 juta petani usaha kecil yang memproduksi lebih dari 80 persen sumber pangan dunia, merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim,” tambahnya.

Sementara organisasi kesehatan dunia (WHO), kata Jokowi, memprediksi 13 juta orang mengalamo kelaparan akibat terhambatnya rantai pasok dunia karena perang Ukraina.

“Hati-hati, ini persoalan yang sangat serius. Perlu penanganan yang komprehensif, perlu antisipasi sedini mungkin, secepat-cepatnya, dan sebaik-baiknya. Dampak dari perubahan iklim ini sangat serius. Kita perlu memiliki kebijakan dan sistem yang teruji dan tangguh untuk menjamin ketahanan pangan secara merata dan berkesinambungan, serta sistem peringatan dini ketika bencana akan terjadi,” papar presiden.

Jokowi berharap banyak kepada BMKG agar dapat membantu petani mengatasi dampak perubahan iklim ini.

Para perempuan berbagi lelucon saat mereka berjalan ke sawah di desa Cikawao, Majalaya, Jawa Barat, 12 Oktober 2017. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Para perempuan berbagi lelucon saat mereka berjalan ke sawah di desa Cikawao, Majalaya, Jawa Barat, 12 Oktober 2017. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Dukungan Informasi Cuaca

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mencatat pemerintah memberi perhatian besar pada tiga krisis saat ini, yaitu krisis pangan, energi dan keuangan.

“Kalau kita bicara 2021 sampai hari ini, yang terjadi itu adalah krisis pangan. Krisis pangan itu terjadi macam-macam, salah satunya karena perubahan iklm, kemudian ada invasi Rusia ke Ukraina, kemudian memang ada perubahan atau disrupsi,” ujar Arief, Selasa (9/8).

Krisis pangan membuka kesempatan lebih luas bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi dalam negeri. BMKG, kata Arief berperan besar dalam upaya ini karena menjadi acuan untuk berbagai kebijakan yang diambil.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga mengakui peran BMKG bagi sektor yang dipimpinnya. Dia bahkan meminta informasi cuaca diberikan ke petani lebih detil.

“Semakin detil, semakin bagus. Kita bisa tentukan varietas yang mana, atau pendekatan apa yang harus masuk,” ujar Syahrul.

Dengan informasi cuaca detil per daerah, Kementerian Pertanian juga mampu menentukan pendekatan lebih detil di setiap wilayah. Intervensi kebijakan yang diambil, didasarkan pada informasi semacam itu.

“Lebih detil, lebih spesifik informasi ke depan dari BMKG akan memberi efektifitas dan resolusi yang efisien dari pertanian, untuk menentukan seperti apa produktivitas yang harus dilakukan,” ucapnya. [ns/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Exit mobile version