korannews.com – Kompensasi fantastis sebesar US$ 15 miliar (Rp 231,9 triliun) berhasil didapatkan seorang ahli waris Sultan Sulu dalam gugatan sengketa era kolonial dengan pemerintah Malaysia . Gugatan sengketa ini disidangkan oleh pengadilan arbitrase Prancis sejak tahun lalu.
Terkait putusan pengadilan arbitrase Prancis itu, sang ahli waris Sultan Sulu membidik penyitaan tiga properti di Paris yang dimiliki oleh pemerintah Malaysia. Juru sita Prancis dilaporkan tengah berupaya menegakkan perintah penyitaan itu. Demikian seperti dilansir Reuters, Rabu (8/3/2023).
Laporan pengacara ahli waris Sultan Sulu menyebut para juru sita Prancis, pada Senin (6/3) waktu setempat, berusaha untuk menaksir nilai properti-properti di Paris milik pemerintah Malaysia itu menindaklanjuti perintah penyitaan yang diterbitkan pengadilan sejak Desember tahun lalu.
Evaluasi dan penaksiran itu merupakan persiapan untuk penjualan, di mana menurut sang pengacara, hasil penjualannya akan diberikan kepada sang ahli waris Sultan Sulu.
Dalam tanggapannya, juru bicara Kementerian Hukum Malaysia menyatakan para juru sita memang muncul di Kedutaan Besar Malaysia di Paris, namun ditolak. Mereka enggan untuk berkomentar lebih lanjut soal hal ini. Kementerian Luar Negeri Malaysia juga menolak berkomentar.
Sengketa era kolonial ini bermula dari kesepakatan yang ditandatangani tahun 1878 silam antara dua penjajah Eropa dengan Sultan Sulu untuk penggunaan wilayahnya, yang saat ini menjadi wilayah negara Malaysia.
Perjanjian itu dihormati oleh Malaysia yang merdeka hingga tahun 2013, dengan membayar keturunan Sultan Sulu sejumlah uang setiap tahunnya.
Kuala Lumpur berhenti melakukan pembayaran setelah terjadi serangan berdarah tahun 2013 oleh para pendukung mantan Sultan Sulu yang ingin merebut kembali tanah itu dari Malaysia. Ahli waris Sultan Sulu menyatakan pihaknya tidak terlibat dalam serangan itu dan mengupayakan arbitrase atas penangguhan pembayaran.
Di masa lalu, Sutan Sulu menguasai wilayah yang mencakup pulau-pulau yang dipenuhi hutan di Filipina bagian selatan dan sebagian wilayah Borneo.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga ‘Potret Sungai Terpanjang di Prancis yang Dilanda Kekeringan Dahsyat’:
Dalam perkembangan terbaru, sang ahli waris asal Filipina dari Sultan Sulu terakhir, yang tidak disebut namanya, berupaya menegakkan kompensasi US$ 14,9 miliar yang dikabulkan pengadilan arbitrase Prancis dalam putusan tahun lalu untuk menyelesaikan sengketa dengan pemerintah Malaysia itu.
Malaysia, yang tidak berpartisipasi dalam arbitrase itu, menyatakan bahwa proses itu ilegal dan telah mendapatkan perintah penangguhan putusan di Prancis.
Properti-properti di Paris itu menjadi kelompok properti ketiga dari aset pemerintah Malaysia yang diakui secara publik tengah diincar oleh sang ahli waris Sultan Sulu. Secara terpisah, ahli waris Sultan Sulu itu telah mendapatkan perintah penyitaan untuk unit perusahaan minyak negara Petronas di Luksemburg dan meminta izin dari pengadilan Belanda untuk menyita aset pemerintah Malaysia lainnya di negara itu.
Di bawah konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) soal arbitrase, putusan pengadilan arbitrase Prancis itu berlaku secara global terhadap sebagian besar aset pemerintah Malaysia, terlepas dari gedung misi diplomatik.
Meskipun Malaysia mendapatkan perintah penangguhan putusan, menurut dokumen pengadilan yang dibagikan pengacara ahli waris Sultan Sulu itu, seorang hakim Prancis pada Desember tahun lalu mengabulkan permintaan ahli waris Sultan Sulu untuk menyita tiga properti pemerintah Malaysia di Paris guna melunasi utang sebesar 2,3 juta Euro (Rp 37,4 miliar) terhadap pihaknya.
Penyitaan properti pemerintah Malaysia di Paris itu belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Ditambahkan juga oleh sang pengacara bahwa pemerintah Malaysia juga diperintahkan untuk membayar sejumlah yang diputuskan di bawah putusan arbitrase awal yang dikabulkan terhadap ahli waris Sultan Sulu itu di Spanyol. Putusan di Spanyol disebut tidak terikat oleh perintah penangguhan putusan di Prancis.
Kementerian Hukum Malaysia belum memberikan tanggapannya atas putusan arbitrase di Spanyol itu. Otoritas Malaysia sebelumnya bersumpah akan mengambil semua langkah hukum yang diperlukan untuk melindungi aset-aset pemerintah di seluruh dunia.
Pengacara ahli waris Sultan Sulu, Paul Cohen, menegaskan bahwa perintah pengadilan ‘tidak ambigu’ dalam instruksinya untuk menyita properti-properti itu dan akan bergantung pada pengadilan untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Sejauh Malaysia memblokir masuknya pada juru sita, mereka secara terbuka menentang perintah pengadilan Prancis,” tegas Cohen.
Dalam pernyataan terpisah, seorang pejabat pengadilan dari Tribunal Judiciare de Paris menjelaskan bahwa penyitaan properti milik negara asing di wilayah Prancis harus disahkan oleh seorang hakim di Paris, ‘yang kemudian memungkinkan untuk meminta pencabutan putusan mereka’.