Para menteri luar negeri dari negara-negara anggota ASEAN dan mitra dialognya telah tiba di Phnom Penh sejak Sabtu lalu (30/7) untuk menghadiri pertemuan puncak yang kemungkinan besar akan berfokus pada krisis regional dan global, termasuk rezim militer yang keji di Myanmar, perang Rusia yang tidak beralasan terhadap Ukraina dan perubahan iklim.
Ketegangan global atas Ukraina pasti akan menjadi sorotan, mengingat rencana kehadiran Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada rangkaian pertemuan, yang berlangsung sejak 29 Juli hingga 5 Agustus.
Chheang Vannarith, presiden Asian Vision Institute di Phnom Penh, mengatakan bahwa aliansi-aliansi yang bertentangan dalam ASEAN telah menghambat pernyataan bersama dikeluarkan mengenai perang Rusia pada pertemuan puncak ASEAN baru-baru ini.
“Ketegangan dan kontroversi akan muncul, terutama terkait dengan kehadiran Rusia dalam pertemuan tersebut, sementara Barat menentang kehadiran Rusia,” kata Chheang Vannarith kepada VOA Khmer, Jumat. “Sulit untuk mencapai konsensus karena sudah memiliki dua blok.”
Kamboja, sebagai ketua bergilir ASEAN, ditugaskan untuk mempromosikan kerja sama regional dan internasional dalam berbagai hal, mulai dari revitalisasi kegiatan ekonomi setelah krisis COVID-19 hingga memastikan ketahanan pangan, yang juga terancam oleh blokade Rusia terhadap pelabuhan-pelabuhan utama Ukraina, dan upaya untuk membatasi emisi karbon serta memajukan ketahanan energi.
Di antara inisiatif utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional adalah Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), yang mulai berlaku pada awal tahun ini setelah satu dekade negosiasi, kata Chheang Vannarith.
Ke-10 anggota ASEAN —Singapura, Thailand, Vietnam, Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar dan Filipina — akan bergabung dengan menteri luar negeri dari 11 mitra dialog, termasuk Australia, Kanada, Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, Inggris, dan A.S.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi juga telah mengkonfirmasi keikutsertaannya dalam pertemuan mendatang di Phnom Penh.
Blinken dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen saat berada di Phnom Penh dari 3-5 Agustus, dan kemudian akan melakukan perjalanan ke Filipina untuk bertemu dengan Presiden baru Ferdinand Marcos Jr. sebelum memulai lawatannya ke Afrika.
Departemen Luar Negeri mengatakan Blinken akan fokus pada kebutuhan akan “sentralitas ASEAN,” dan “juga akan menangani pandemi COVID-19, kerja sama ekonomi, perang melawan perubahan iklim, krisis di Burma, dan perang Rusia di Ukraina.” [my/lt]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.