Seorang penasihat keamanan nasional Jepang bertemu dengan diplomat tertinggi China untuk pembicaraan selama tujuh jam yang mencakup topik-topik termasuk Taiwan dan perang di Ukraina, kata seorang pejabat pemerintah Jepang, Kamis (18/8).
Takeo Akiba, yang menerima undangan dari China, melakukan perjalanan ke kota Tianjin, di sebelah tenggara Beijing, untuk bertemu Yang Jiechi pada Rabu sore, kata pejabat itu kepada AFP.
Kantor berita pemerintah China Xinhua juga melaporkan bahwa kedua tokoh itu telah bertemu, beberapa minggu sebelum negara-negara tersebut memperingati 50 tahun hubungan normal mereka pada 29 September.
Hubungan antara dua ekonomi terbesar di Asia ini tidak selalu bersahabat, dan telah lama dilanda masalah mulai dari sejarah masa perang hingga sengketa wilayah.
Dalam beberapa pekan terakhir, Jepang memprotes misil China yang diyakini mendarat di perairan ekonominya selama latihan militer di sekitar Taiwan, sementara China menyebut kunjungan menteri Jepang ke kuil perang kontroversial sebagai “provokasi serius”.
Selama pertemuan, yang termasuk makan malam, kedua petinggi itu mengambil kesempatan untuk membahas berbagai isu geopolitik.
Akiba “menyampaikan posisi Jepang” terkait Taiwan kepada Yang, dan menekankan pentingnya “perdamaian dan stabilitas” di Selat Taiwan, kata pejabat Sekretariat Keamanan Nasional Jepang.
Pertemuan mereka diadakan dua pekan setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan yang memicu reaksi marah dari pemerintah China. Beijing bahkan menggelar latihan militer terbesarnya di sekitar pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu, yang dianggapnya sebagai wilayahnya.
Penasihat keamanan Jepang itu menggemakan pernyataan Perdana Menteri Fumio Kishida yang “mengutuk dan memprotes” unjuk kekuatan militer Beijing baru-baru ini, kata pejabat tersebut.
Menurut Xinhua, Yang mengatakan kepada Akiba bahwa “Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah China, dan persoalan terkait Taiwan bertumpu pada landasan politik hubungan China-Jepang dan kepercayaan dasar serta iktikad baik antara kedua negara”.
Yang juga mendesak Tokyo untuk “membentuk persepsi yang benar tentang China” dan bekerja sama dengan Beijing dalam upaya mewujudkan hubungan bilateral yang lebih matang, stabil, sehat dan lebih kuat, sementara juga berusaha untuk “menghilangkan campur tangan internal dan eksternal”. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.