Ketua DPR AS Nancy Pelosi telah meninggalkan Taiwan, tetapi efek kunjungannya terus berlanjut, sementara China mengintensifkan latihan militer di sekitar pulau berpemerintahan sendiri itu.
Sehari setelah kepergian Pelosi, militer China pada Kamis siap mengelilingi Taiwan dengan latihan militer empat hari yang provokatif dengan peluru tajam di tujuh daerah di sekitar pulau itu.
Media pemerintah China mengatakan Tentara Pembebasan Rakyat China melakukan “latihan menembak jarak jauh dengan amunisi sungguhan” di Selat Taiwan sekitar pukul 1 siang hari Kamis.
“Hasil yang diharapkan telah dicapai,” kata media itu tanpa merincinya.
Jika berlanjut sebagaimana yang diumumkan, ini tidak seperti latihan yang pernah terjadi sebelumnya. Salah satu daerah yang ditetapkan sebagai zona tembakan itu berjarak kurang dari 20 kilometer dari pesisir selatan Taiwan.
Aktivitas militer China itu tampaknya dirancang untuk mengintimidasi Taiwan, yang pemerintahnya menolak klaim China atas pulau berpenduduk 23 juta orang itu.
Beberapa analis pertahanan, dan bahkan media pemerintah China telah menggambarkan kegiatan itu sebagai latihan untuk invasi dan menunjukkan bahwa Beijing dapat memberlakukan blokade terhadap Taiwan.
Perkembangan ini telah menimbulkan kekhawatiran mengenai salah perhitungan yang dapat menyebabkan perang, meskipun para analis mengatakan kecil kemungkinannya China sedang merencanakan serangan.
“Ini benar-benar lebih merupakan propaganda,” kata Drew Thompson, mantan pejabat Pentagon yang mengatakan bahwa militer China sedang berada di tengah siklus latihan tahunan pada musim panas.
“Menarik untuk melihat betapa tenangnya pemerintah AS, betapa tenangnya para pejabat China, dan betapa hebohnya Internet,” kata Thompson yang kini menjadi peneliti tamu senior di National University of Singapore.
Situasi juga tampak tenang di ibu kota Taiwan, di mana warga telah puluhan tahun menghadapi ancaman dari Partai Komunis China (PKC).
“Saya tidak akan terlalu khawatir mengenai PKT, mereka hebat dalam membual,” kata Liang Bo-rong, warga Taipei dan pensiunan berusia 65 tahun.
Meskipun sebagian besar warga Taiwan mengetahui situasi itu dan menyadari risikonya, mereka tidak terlalu terganggu, kata Chen Kuan-Ting, pemimpin Taiwan NextGen Foundation, organisasi riset yang berfokus pada kebijakan dalam dan luar negeri Taiwan.
“Sebagian besar warga Taiwan akan melanjutkan kehidupan normal mereka, itu cara terbaik untuk menentang China,” kata Chen.
Dalam sebuah pernyataan hari Kamis, militer Taiwan mengatakan terus memantau dengan cermat aktivitas “irasional” militer China dan siap menghadapi konflik tetapi tidak menginginkan eskalasi. [uh/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.