In the Name of God: A Holy Betrayal Picu Kemarahan Warga Korea Selatan, Seruan Boikot Pemimpin Sekte Menggema

In the Name of God: A Holy Betrayal Picu Kemarahan Warga Korea Selatan, Seruan Boikot Pemimpin Sekte Menggema

korannews.com – Serial Netflix In the Name of God : A Holy Betrayal menjadi sorotan masyarakat tak hanya di Korea Selatan , namun juga dunia. Drama yang dirilis di Neflix pada Jumat, 3 Maret 2023 ini bahkan sempat ditentang oleh kelompok agama yang difilmkan.

JMS (Jesus Morning Star) sempat menggugat agar In the Name of God : A Holy Betrayal tak ditayangkan, namun gugatan itu ditolak oleh Pengadilan Korea Selatan pada Kamis, 2 Maret 2023. Sehingga film yang mengungkap soal kekejian sekte tersebut bisa tetap tayang.

Setelah empat hari tayang, warganet mulai merespons dengan berbagai cara. Tak sedikit yang menilai In the Name of God : A Holy Betrayal berhasil menguak kekejian sekte yang telah memakan banyak korban ini.

Series ini menceritakan tentang empat pemimpin sekte Korea Selatan yang mengaku nabi. Adapun empat orang tersebut adalah Jeong Myeong Seok dari Jesus Morning Star, Park Soon Ja dari Gereja Odaeyang, Kim Ki Soon dari Baby Garden, dan Lee Jae Rock dari Manmin Central Church.

Sutradara Jo Seung Hyeon berhasil menampilkan sedikit dari banyak kekejian dari sekte sesat tersebut. Bahkan sang sutradara juga bisa mewawancarai mantan pengikut kultus tersebut.

Meski baru bisa menampilkan sedikit saja kisah di balik kultus sesat ini, masyarakat Korea Selatan mengaku sangat marah dan ngeri usai mengetahui informasi tersebut. Kemarahan publik dipicu karena masalah pelecehan anak, pornografi, kekerasan seksual, kasus bunuh diri dari pengikut sekte tersebut.

Eksploitasi yang dilakukan sejumlah pemimpin sekte ini membuat para penontonnya bergidik ngeri. Bahkan tiga episode pertama dari In the Name of God : A Holy Betrayal disebut menampilkan kisah nyata dari yang terjadi pada kultus di Korea Selatan .

Salah satu yang jadi sorotan adalah sekte JMS yang didirikan tahun 1980 silam. Kelompok ini justru menjadi alat kekerasan yang digunakan oleh pendirinya.

Pemimpin JMS, Jeong Myeong Seok, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena pemerkosaan. Sebelum ditangkap Myeong Seok telah melarikan diri dan dilaporkan melakukan pemerkosaan terhadap hampir 100 mahasiswa di Taiwan.

Setelah Myeong Seok dibebaskan tahun 2018 silam, JMS telah menyebar ke lebih dari 70 negara. Korban yang telah berhasil jatuh dalam jebakan sekte tersebut diperkirakan sangat banyak.

Selain ikut merasakan marah, penonton di Korea Selatan juga mengungkapkan rasa jijik mereka terhadap sekte – sekte tersebut. Publik juga ikut bersimpati pada korban yang masih hidup dan berjuang hingga hari ini.

Warga Korea Selatan tak hanya marah dan menghujat sekte yang ada di film. Mereka diketahui juga menyerukan boikot terhadap Synnara Records, label rekaman yang diduga didirikan oleh pemimpin sekte Kim Ki Soon pada 1982 silam.

Kim Ki Soon dituduh bertanggung jawab terhadap kematian sejumlah orang. Bahkan salah satu korbannya merupakan anak berusia 7 tahun.

Melansir Koreaboo, seruan boikot tersebut menggema di media sosial, termasuk di Twitter. Seruan boikot ini bahkan sudah terjadi sebelum film dirilis.

Tak sedikit netizen yang merasa merinding saat melihat film ini. Bahkan banyak anjuran bagi yang tidak bisa melihat kekerasan, untuk tak menonton dokumenter ini.***

error: Content is protected !!