Gerakan Protes di Sri Lanka Masuki 100 Hari

Gerakan Protes di Sri Lanka Masuki 100 Hari

Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari istananya, sesaat sebelum para pengunjuk rasa memasuki kediaman resminya dan pada hari Kamis (14/7) ia mengundurkan diri.

Kesalahan dalam mengelola keuangan Sri Lanka itu dianggap menjadi penyebab kekacauan, yang memaksa 22 juta orang kekurangan makanan, bahan bakar dan obat-obatan sejak akhir tahun lalu.

Kampanye untuk menggulingkan Rajapaksa, terutama dilakukan melalui Facebook, Twitter dan TikTok, menarik orang-orang dari seluruh etnis di Sri Lanka yang sering terpecah belah. Rasa bersatu akibat kesulitan ekonomi yang dihadapi minoritas Tamil dan Muslim bergabung dengan mayoritas Sinhala untuk menuntut penggulingan klan Rajapaksa yang selama ini sangat berkuasa di negara itu.

Gerakan itu dimulai sebagai protes dua hari pada 9 April, ketika puluhan ribu orang mendirikan kemah di depan kantor Rajapaksa, kerumunan itu jauh lebih besar dari yang diperkirakan penyelenggara.

Gerakan Protes di Sri Lanka Masuki 100 Hari

Warga yang marah atas krisis ekonomi, menyerbu dan menduduki rumah dinas Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk hari kedua di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 11 Juli 2022.

“Ketika saya mendengar berita dan melihat apa yang terjadi di sini, saya memutuskan, saya harus datang dan membantu mereka,” kata Nilu, seorang guru dari kota pantai di selatan Sri Lanka kepada AFP.

Ia menambahkan, “Sri Lanka adalah negara yang sangat indah. Jadi, kami menginginkan seorang presiden yang dapat melindungi negara kami dan rakyatnya, presiden yang dapat berbuat lebih baik, orang seperti itulah yang kami butuhkan saat ini.”

Guru berusia 26 tahun itu tinggal di kamp bulan lalu dan termasuk di antara puluhan sukarelawan yang bekerja di tenda-tenda yang kini berjajar di bagian jalan raya pinggir laut.

Sebuah dapur umum menyajikan makanan untuk orang-orang yang membutuhkan, yang mengunjungi lokasi itu pada malam hari dan mengantri di samping papan poster yang merinci berbagai tuduhan korupsi dan kekerasan yang mengaitkannya dengan keluarga Rajapaksa.

Seorang pegiat berusia 42 tahun, Prathibha Fernando mengatakan, “Bagian utama perjuangan kami adalah mengusir Gota (Gotabaya Rajapaksa). Tetapi ini belum selesai, masih banyak yang harus dilakukan.”

Di bawah UU Sri Lanka, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe secara otomatis diangkat sebagai penjabat presiden setelah pengunduran diri Rajapaksa.

Ia sekarang adalah kandidat utama untuk menggantikan Rajapaksa secara tetap dalam pemungutan suara parlemen pekan depan. Tetapi politisi veteran itu dibenci oleh para pengunjuk rasa dan menganggap dirinya sebagai sekutu keluarga Rajapaksa, empat bersaudara yang menguasai politik negara pulau itu selama bertahun-tahun.

Kini partai SLPP yang dikuasai Rajapaksas memiliki lebih dari 100 anggota di parlemen dengan total 225 kursi, dan mereka mendukung Wickremesinghe dalam pemungutan suara yang dijadwalkan Rabu. [ps/jm]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Exit mobile version