korannews.com – Suksesi takhta Kerajaan Inggris memicu seruan ganti rugi atas perbudakan dan dicopotnya Raja Inggris sebagai kepala negara di kawasan Karibia .
Dalam suksesi takhta Inggris, Pangeran Charles bakal naik takhta menjadi Raja Inggris usai Ratu Elizabeth II wafat pada Kamis (8/9/2022).
Atas meninggalnya Ratu Elizabeth II, Perdana Menteri Jamaika mengatakan bahwa negaranya memulai masa berkabung.
Sedangkan Perdana Menteri Antigua dan Barbuda memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang sampai hari pemakaman sang ratu.
Di sisi lain, sejumlah politikus dan aktivis di negara-negara bekas koloni Inggris di Karibia menuntut agar Raja Inggris dicopot sebagai kepala negara dan agar Inggris membayar ganti rugi perbudakan.
Awal tahun ini, beberapa pemimpin Negara-negara Persemakmuran menyatakan kegelisahan mereka dalam pertemuan di Kigali, Rwanda, tentang peralihan kepemimpinan dari Elizabeth II ke Charles.
Sementara itu, safari yang dilakukan Pangeran William dan istrinya, Kate, ke Belize, Jamaika, dan Bahama para Maret direspons seruan untuk pembayaran ganti rugi dan permintaan maaf atas perbudakan.
“Ketika peran monarki berubah, kami berharap ini bisa menjadi kesempatan untuk memajukan diskusi tentang ganti rugi untuk wilayah kami,” kata Niambi Hall-Campbell, seorang akademisi yang mengepalai Komite Reparasi Nasional Bahama, Kamis.
Hall-Campbell menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Ratu Elizabeth II.
Namun, dia mencatat pernyataan Charles soal “kekejaman perbudakan yang mengerikan” dalam sebuah upacara tahun lalu yang menandai berakhirnya pendudukan Inggris ketika Barbados menjadi republik.
Hall-Campbell berharap, Charles akan memimpin dengan mencerminkan keadilan yang dibutuhkan.
Antara abad ke-15 hingga abad ke 19, lebih dari 10 juta orang Afrika dibawa dan dijadikan budak melintasi Samudra Atlantik oleh negara-negara Eropa.
Mereka yang selamat setelah melintasi Samudra Atlantik, dipaksa bekerja di perkebunan di wilayah Karibia dan Amerika.
Tahun lalu, Pemerintah Jamaika mengumumkan rencana untuk meminta kompensasi kepada Inggris karena mengangkut secara paksa sekitar 600.000 orang Afrika untuk bekerja di perkebunan tebu dan pisang.
“Siapa pun yang akan mengambil alih posisi harus diminta untuk mengizinkan keluarga kerajaan membayar ganti rugi orang Afrika,” kata Sekretaris Jenderal Gerakan Karibia untuk Perdamaian dan Integrasi David Denny dari Barbados.
“Kita semua harus bekerja untuk menyingkirkan keluarga kerajaan sebagai kepala negara bangsa kita,” sambugn Denny.
Sebuah survei pada Agustus menunjukkan, 56 persen orang Jamaika mendukung penghapusan Raja Inggris sebagai kepala negara.
Mikael Phillips, seorang anggota oposisi di parlemen Jamaika, pada 2020 mengajukan mosi yang mendukung penghapusan Raja Inggris sebagai kepala negara.
“Saya berharap seperti yang dikatakan perdana menteri dalam salah satu ekspresinya, bahwa dia akan bergerak lebih cepat ketika ada raja baru,” kata Phillips, Kamis.
Mantan Perdana Menteri St Lucia Allen Chastanet mengatakan kepada Reuters bahwa dia mendukung gerakan “umum” menuju republik sepenuhnya di negaranya.
“Saya tentu pada titik ini akan mendukung menjadi republik,” kata Chastanet.