Aktivis Lingkungan Serukan Gerakan Berhenti Pakai Plastik

Aktivis Lingkungan Serukan Gerakan Berhenti Pakai Plastik

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengajak masyarakat berhenti memakai plastik sekali pakai, khususnya sachet, untuk mencegah pencemaran lingkungan yang semakin parah.

Daru Setyorini, Manager Program ECOTON, mengatakan hampir seluruh sungai di Indonesia tidak terbebas dari pencemaran mikroplastik, khususnya di daerah dengan jumlah penduduk padat dan kawasan industri. Daru mencontohkan hasil sementara Ekspedisi Sungai Nusantara yang dilakukan Ecoton pada 68 sungai di seluruh Indonesia, menunjukkan pencemaran berat mikroplastik.

“Temuan kami juga bahwa di sungai-sungai Pulau Jawa, itu yang paling berat pencemaran mikroplastiknya, terutama di sungai Brantas, Bengawan Solo, Ciliwung, Citarum, Ciujung, dengan kisaran mikroplastik antara 62 sampai 198 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sampel air sungai, juga kami temukan di 24 sungai lainnya,” papar Daru Setyorini.

Aktivis Lingkungan Serukan Gerakan Berhenti Pakai Plastik

Beberapa contoh sampah plastik kemasan produk dari luar negeri yang diambil dari sejumlah tempat pembuangan sampah plastik di Jawa Timur (foto Petrus Riski/VOA)

Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya, Hermawan Some, mengatakan terdapat banyak partikel kimia berbahaya pada kemasan plastik produk sehari-hari yang digunakan masyarakat. Komitmen pemerintah dalam membebaskan balita Indonesia dari stunting, kata Hermawan Some, patut dipertanyakan karena tidak tegas dalam menindak pelaku pencemaran lingkungan. Selain itu, peraturan mengenai bahan aman dalam kemasan produk makanan dan minuman, tidak dijalankan dengan sepenuh hati.

“Bayangkan saja ketika kemudian di kemasan makanan dan minuman tapi ternyata menggunakan plastik PVC. Ini kan sangat berbahaya, rentan berdampak terhadap sistem hormonal dalam tubuh kita, bisa jadi mengganggu pertumbuhan kita. Pemerintah Indonesia ribut dengan bayi stunting dan sebagainya, ini mesti bisa jadi berdampak. Karena ketika mikroplastik masuk ke tubuh, bahan kimia akan memengaruhi, dan salah satu dampaknya adalah gangguan pada sistem hormonal kita, pasti akan terganggu pada sistem pertumbuhan kita juga,” ujar Hermawan.

Memunguti sampah plastik di sekitar tanaman mangrove, di sekitar muara sungai Wonorejo, Surabaya (foto: Petrus Riski/VOA)

Memunguti sampah plastik di sekitar tanaman mangrove, di sekitar muara sungai Wonorejo, Surabaya (foto: Petrus Riski/VOA)

Hermawan mengusulkan pengurangan pemakaian plastik sekali pakai, khususnya sachet, dilakukan mulai dari rumah tangga. Ini akan mengurangi penumpukan sampah plastik di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Selain pengurangan sampah, pemakaian kemasan yang dapat dipakai berulang kali dan dapat didaur ulang, diharapkan jadi solusi masalah sampah di tanah air.

“Harusnya yang kita lakukan pertama itu adalah pengurangan. Ketika memang kita terpaksa menghasilkan sampah, bagaimana itu bisa dipakai ulang atau tidak. Kalau tidak bisa dipakai ulang, ya didaur ulang,” lanjut Hermawan.

Sampah plastik dibakar warga secara terbuka, berpotensi mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat (foto: Petrus Riski/VOA).

Sampah plastik dibakar warga secara terbuka, berpotensi mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat (foto: Petrus Riski/VOA).

Daru Setyorini menambahkan, perusahaan juga perlu membuka peta jalan pengurangan sampah plastik mereka, serta rencana pengolahan sampah plastik dari produk yang dihasilkan kepada masyarakat. Ini penting sebagai bentuk komitmen industri dalam mencegah pencemaran plastik di sungai, laut, maupun wilayah daratan.

“Harusnya industri ini perlu membuka ke publik, bagaimana rencana pengurangan sampah sachet mereka, sampah plastik mereka, supaya sungai-sungai kita bisa terbebas dari pencemaran plastik,” imbuh Daru.

Sampah plastik sachet jadi sampah terbanyak yang dibuang di alam (foto: Petrus Riski/VOA)

Sampah plastik sachet jadi sampah terbanyak yang dibuang di alam (foto: Petrus Riski/VOA)

Pendiri Yayasan Nexus3 Foundation, Adi Septiono, mengatakan sampah yang terlanjur menumpuk di alam harus tetap diolah, selain upaya mengurangi pemakaian plastik. Adi menyarankan produsen mulai menyediakan tempat-tempat pembelian produk yang dapat diisi ulang untuk membiasakan masyarakat tidak menggunakan plastik sachet.

“Harus tetap diolah, tapi lebih baik distop di awal, tidak usah pakai sachet sekalian. Kalau misalnya bisa kita yang pakai isi ulang, ya pakai isi ulang, kalau misalnya yang bisa ada toko-toko curah, beli di toko-toko curah. Jadi, lebih baik tidak usah (beli sachet) dari awal,” tandas Adi Septiono. [pr/ka]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Exit mobile version