korannews.com – Jepang sedang dilanda resesi seks. Hal tersebut ditandai dengan terus menurunnya angka kelahiran di Negeri Sakura karena masyarakatnya semakin enggan untuk berpasangan dan memiliki anak.
Dilansir dari Mainichi, alasan sesungguhnya masyarakat Jepang ogah menikah adalah karena pada dasarnya orang Jepang tidak jago dalam hal asmara. Hal tersebut diungkapkan oleh seorang anggota fraksi Partai Liberal Demokrat, Narise Ishida.
“Angka kelahiran menurun bukan karena biaya untuk memiliki anak,” ujar Ishida dalam sesi tanya jawab umum di majelis, dikutip Selasa (28/2/2023).
“Masalahnya, asmara dipandang sebagai hal yang tabu sebelum menikah,” lanjutnya mengungkapkan. Namun, Ishida tidak menyebutkan secara spesifik terkait apa yang dia maksud dengan “jago dalam urusan asmara.”
Sebelumnya, Ishida meminta pemerintah prefektur untuk melakukan survei dan analisis kemampuan masyarakat dalam hal asmara. Selain itu, ia juga mengusulkan agar pemerintah prefektur memasukkan faktor tersebut dalam strategi untuk mencegah penurunan angka kelahiran.
Berkaitan dengan hal ini, direktur departemen perencanaan strategis pemerintah prefektur, Akira Yasui mengatakan bahwa hal ini terkait dengan masalah yang sangat pribadi. Maka dari itu, pemerintah perlu memperdalam kesadaran tentang apa itu kemampuan asmara.
“Dalam survei sebelumnya tentang sikap penduduk prefektur, beberapa memang memberikan jawaban terkait kemampuan asmara, termasuk ‘Saya tidak percaya diri,’ dan ‘Saya tidak bisa bergaul dengan lawan jenis,’ sebagai alasan,” ujar Yasui.
Sebelumnya, dilansir dari Japan Times, Pemerintah Jepang mencatat total tingkat kesuburan di Jepang terus menurun selama bertahun-tahun. Pada 2005, statistik sempat pulih dari tingkat terendah melalui angka 1,26 pada 2005. Lalu, pada 2021 tingkat tersebut meningkat di angka 1,30. Namun, pada 2021 juga jumlah kelahiran bayi di Jepang mencapai titik terendah, yaitu 811.622.
Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi masalah turunnya angka kelahiran di negaranya, mulai dari sosialisasi mengenai pentingnya membangun keluarga, menambah layanan penitipan anak, hingga mendorong work-life balance. Namun, yang paling tak biasa, pemerintah juga menyediakan layanan perjodohan untuk warganya.