korannews.com – Poligami adalah sistem perkawinan yang memperbolehkan seseorang memiliki lebih dari satu istri atau suami. Meskipun dianggap legal di beberapa negara, seperti Arab Saudi, Brunei Darussalam, Iran, hingga Mesir, ada juga sejumlah negara yang telah menetapkan poligami sebagai hal ilegal, salah satunya Jerman.
Pada 2016, Jerman resmi menolak mengakui poligami dan perkawinan di bawah umur. Mantan Menteri Kehakiman Jerman, Heiko Maas menjelaskan, poligami dan perkawinan di bawah umur dianggap sebagai tindak pidana di negaranya.
Ia menyatakan, larangan tersebut ditetapkan menyusul kekhawatiran Jerman tentang praktik poligami dan perkawinan di bawah umur yang meningkat pada saat itu, terlebih Jerman sedang menampung banyak imigran.
Bila seseorang ketahuan melakukan poligami maka dapat diancam hukuman pidana hingga 3 tahun penjara. Ketetapan tersebut telah tertuang dalam undang-undang (UU) 1307 Burgerliches Gesetzbuch (BGB) dan 172 Strafgesetzbuch (StGB).
“Tidak seorang pun yang datang kepada kami (Jerman) memiliki hak untuk menempatkan nilai-nilai budaya atau keyakinan agama mereka di atas hukum kami,” sebut Maas, dikutip dari Independent, Kamis (2/2/2023).
“Untuk alasan itu, poligami tidak dapat diakui di Jerman,” lanjutnya.
Selain Jerman, negara lain seperti Turki, Australia, Tunisia, hingga Myanmar juga melarang praktik poligami. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia, sistem perkawinan poligami diperbolehkan dan dianggap sah menurut Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan sejumlah ketentuan. Hal itu diatur dalam Pasal 3 ayat 2.
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan,” bunyi UU Perkawinan Pasal 3 ayat 2.
Dalam UU yang sama, yakni Pasal 4 ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa seorang suami yang beristri lebih dari satu orang wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Disebutkan, Pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang hendak berpoligami bila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri memiliki cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain itu, pada Pasal 5 ayat 1 juga dijelaskan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, seseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.