Lawan Deforestasi, Aktivis Desak W20 Lindungi Hak Perempuan Adat

Lawan Deforestasi, Aktivis Desak W20 Lindungi Hak Perempuan Adat

GenPI.co – Sebuah banner raksasa bertuliskan “Perempuan Sumatera Utara Lawan Deforestasi” terapung di atas danau Toba. Banner tersebut dibentangkan oleh sejumlah aktivis serta para perempuan pedesaan Toba selama sepekan ini.

Lewat aksi tersebut, mereka menyampaikan pesan kepada para partisipan W20 Summit di Parapat, betapa pentingnya menjaga hutan dan hak-hak masyarakat adat, khususnya perempuan adat dari ancaman deforestasi dan eksploitasi lahan.

“Aksi ini adalah bentuk penyampaian aspirasi kami bahwa pertemuan W20 Summit yang mengedepankan isu kesetaraan dan diskriminasi gender, ekonomi inklusif, perempuan marjinal dan kesehatan di hutan Sumatera Utara dan sekitarnya,” ujar Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia dalam keterangan resminya, Rabu (20/7).

BACA JUGA:  KLHK: Rimbawan Muda Diperlukan untuk Masa Depan Hutan Indonesia

Sekar menyebut, perempuan adat di tanah Sumatera Utara dan hampir seluruh wilayah Indonesia telah lama menjadi korban akibat ketimpangan struktural dan pembangunan eksploitatif yang tidak memperhatikan aspek gender.

Berbagai program pembangunan telah menimbulkan konflik sosial serta kehancuran lingkungan hidup yang kemudian mengesampingkan dan bahkan melanggar hak-hak perempuan.

BACA JUGA:  KLHK Terus Tingkatkan Kapasitas Penyuluh Kehutanan

Kelompok perempuan adalah kelompok yang paling rentan kehilangan sumber penghidupan akibat kasus penghancuran hutan dan perampasan lahan, serta seringkali juga mengalami kekerasan di wilayah-wilayah konflik agraria.

“Masih banyak konflik agraria yang belum diselesaikan dengan serius. Atas nama pembangunan perampasan tanah terus terjadi. Selain perampasan tanah adat, kerusakan hutan dan lingkungan juga tidak serius ditangani,” papar Sekar.

BACA JUGA:  Menteri Siti Ajak Penyuluh Kehutanan Bahu-Membahu Jaga Hutan

Perampasan tanah yang dilakukan akibat kehadiran PT TPL merupakan pemiskinan struktural yang telah terjadi lebih dari tiga dekade, dan berkontribusi besar memperburuk kualitas hidup perempuan” ungkap Rocky Pasaribu dari KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat).

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Artikel ini bersumber dari www.genpi.co.

Exit mobile version