korannews.com – Beberapa waktu lalu, salah seorang anak laki-laki berusia satu tahun asal Bekasi, Jawa barat viral di media sosial karena memiliki berat badan melebihi rata-rata anak seusianya, yakni 27 kg.
Berdasarkan kurva pertumbuhan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang digunakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), berat badan anak tersebut dapat dikategorikan sebagai obesitas karena berat badan ideal anak laki-laki berusia satu tahun adalah 9,7 kg. Sementara itu, berat badan 13,4 kg sudah masuk dalam kategori obesitas.
Dilansir dari Mayo Clinic, obesitas pada anak merupakan kondisi medis yang sangat serius. Sebab, obesitas pada anak dapat memicu komplikasi fisik lainnya, seperti diabetes tipe 2, kolesterol, tekanan darah tinggi, nyeri sendi, masalah pernapasan, hingga penyakit hati berlemak non-alkohol.
Lantas, bagaimana kondisi obesitas anak di Indonesia?
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi kegemukan keseluruhan pada anak berusia lima hingga 12 tahun adalah sebesar 20 persen. Secara rinci, prevalensi tersebut mencakup gizi lebih sebesar 10,8 persen dan obesitas 9,2 persen.
Namun, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, secara nasional angka overweight anak di Indonesia menurun jadi 3,5 persen persen. Dengan demikian, angka overweight menunjukkan penurunan sebesar 0,3 persen bila dibandingkan dengan 2021 yang mencapai angka 3,8 persen.
Tercatat, Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi dengan angka prevalensi overweight tertinggi, yaitu 7,6 persen.
“Usia lima sampai 12 tahun adalah kelompok dengan peningkatan dan angka obesitas paling tinggi dibanding kelompok usia lainnya,” sebut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Siti Nadia Tarmizi kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/2/2023).
Nadia mengatakan, gizi lebih dan obesitas memberikan banyak dampak pada kelangsungan tumbuh kembang anak, di antaranya:
“Gizi lebih dan obesitas pada usia anak juga akan meningkatkan risiko obesitas dan beragam penyakit tidak menular sebesar lima hingga delapan kali di masa dewasanya kelak,” jelas dr. Nadia.
“Sindrom kardiometabolik pada masa dewasa paling banyak disebabkan karena obesitas anak yang menetap menjadi obesitas dewasa,” lanjutnya.
Ia menyebutkan, konsumsi gula, garam, dan lemak yang berlebihan menjadi salah satu faktor utama penyebab obesitas pada anak. Bila obesitas terus terjadi, anak dapat berisiko mengalami diabetes.