korannews.com – Ketika masa kanak-kanak, pasti kita pernah dinasihati untuk menahan diri agar tidak berenang selama satu jam setelah makan, seolah-olah untuk menghindari kram di perut. Jika asam lambung sudah naik ke kerongkongan, kita harus menunggu setidaknya dua jam untuk beraktivitas terutama kegiatan yang melibatkan tubuh untuk membungkuk.Refluks asam lambung adalah salah satu keluhan kesehatan yang paling sering terjadi pada orang dewasa di Amerika. Sekarang GERD lebih umum terjadi akibat stres dan penambahan berat badan. Akhir tahun 2020, sejumlah apotek melaporkan penggunaan obat antasida yang melonjak selama pandemi. Dalam hal ini, pandemi telah menyebabkan banyak orang stres yang akhirnya memicu refluks asam lambung .Seperti yang dilansir dari The New York Times, survei daring 2019 yang dilakukan sebelum pandemi terhadap 71.000 orang dewasa mengungkap bahwa hampir sepertiganya melaporkan mereka terpengaruh setiap minggu oleh gejala refluks asam lambung . Isi perut mereka berbalik arah dan kembali ke kerongkongan.Refluks asam lambung atau refluks gastroesofagus adalah suatu kondisi dimana cairan dan gas dari lambung berbalik mengalir ke kerongkongan. Ketika kondisi sudah parah, maka penyakit ini biasa disebut GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). Sedangkan jika masih gejala biasa disebut heartburn yang menyebabkan sensasi perih dan panas seperti terbakar di bagian dada.
Baru-baru ini, sebuah tim peneliti di Harvard melaporkan bahwa banyak orang dapat menghindari kesengsaraan dengan mengikuti gaya hidup antirefluks. Para peneliti menganalisis hasil sigi kesehatan berkala selama 12 tahun dengan lebih dari 40.000 perawat.Dan, akhirnya mengidentifikasi lima gaya hidup yang dapat membantu pencegahan refluks asam lambung , semakin banyak perilaku yang diikuti, maka semakin rendah risiko terkena GERD .Pertama, adalah menjaga berat badan agar tetap sehat dan ideal. Sebuah analisis literatur medis yang dipimpin Dr. Jesper Lagergren dari Karolinska Institute, Stockholm menemukan bahwa GERD mempengaruhi sekira 22 persen orang yang tergolong obesitas, dibandingkan dengan sekira 14 persen dari yang tidak obesitas.Setelah makan, otot cincin (sfingter) di bagian bawah kerongkongan akan terbuka untuk membiarkan makanan masuk ke perut dan menutup agar tidak berbalik arah. Tetapi, perut yang terlalu besar dapat memberikan tekanan berlebih pada sfingter dan bisa mencegahnya menutup, ini memungkinkan isi dari lambung mengalir ke kerongkongan.
Untuk penderita refluks kronis, mungkin dapat mendapatkan bantuan yang paling efektif dengan obat yang disebut inhibitor pompa proton (PPI). Soalnya, obat jenis ini dengan cepat mematikan produksi asam di perut mereka.Merek yang populer dan dijual bebas dalam dosis yang lebih tinggi asal dengan resep dokter adalah Nexium (esomeprazole), Prevacid (lansoprazole), dan Prilosec (omeprazole). Tiga obat ini adalah yang terlaris di Amerika. Di Indonesia pun, ketiga jenis obat tersebut juga paling sering diresepkan untuk pengidap GERD .Namun, obat apa pun yang melawan refluks pasti memiliki efek samping. Jadi, pastikan obat yang dikonsumsi merupakan produk yang paling cocok. Obat juga harus digunakan selama diperlukan untuk mengontrol gejala.Dalam jangka panjang, penggunaan obat juga dikaitkan dengan peningkatan risiko yang mengembangkan komplikasi serius seperti penyakit ginjal, osteoporosis, kanker perut, pneumonia, dan infeksi clostridium difficile (bakteri yang menyebabkan diare sampai peradangan bahaya di usus besar).Pilihan terbaik dalam menghindari atau mengontrol refluks asam adalah memperbaiki gaya hidup seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penggunaan obat yang diresepkan dokter sebisa mungkin hanya digunakan dalam waktu singkat.***