korannews.com – Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Agus Fitrianto, SpA(K) menganjurkan untuk melakukan skrining talasemia jauh-jauh hari sebelum menikah, untuk mencegah kelahiran anak dengan talasemia mayor.
“Perlu digaris bawahi bahwa skrining itu dilakukan saat usia muda, mungkin idealnya SMP atau SMA, jangan mepet ketika mau menikah,” kata Agus dalam diskusi daring, Selasa.
Agus menjelaskan, talasemia adalah kelainan darah ketika sel darah merah tidak sempurna sehingga mudah pecah sehingga menyebabkan anemia kronik. Talasemia mayor sendiri merupakan jenis talasemia berat yang membuat pengidapnya harus menjalani transfusi darah seumur hidup.
Talasemia mayor terjadi karena pernikahan antara dua orang yang sama-sama pembawa sifat talasemia atau talasemia minor.
Sayangnya, talasemia minor tidak dapat diketahui jika tidak melakukan skrining sebab umumnya tidak menimbulkan gejala. Sehingga Agus mengatakan skrining merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah lahirnya anak dengan talasemia mayor.
“Pembawa sifat talasemia itu seperti kita, tidak ada gejalanya, tumbuh kembangnya juga relatif normal. Hanya kondisi tertentu mungkin yang kadang mereka memiliki gejala, tetapi hanya bisa dipastikan dengan pemeriksaan skrining. Selama kita tidak melakukan skrining maka risikonya akan terjadi risiko kelahiran talasemia berat selanjutnya,” tegas Agus.
Secara sederhana, Agus mengatakan ada dua jenis skrining yaitu skrining yang prospektif dan skrining retrospektif.
Skrining prospektif adalah skrining massal yang dilakukan di daerah-daerah yang memiliki angka pembawa sifat talasemia yang tinggi. Skrining ini dimulai dengan pemeriksaan darah sederhana seperti pemeriksaan darah perifer lengkap dan indeks eritrosit.
Apabila hasil skrining menunjukkan adanya anemia dengan mikrositik atau sel darah merah yang ukurannya lebih kecil dari biasanya, maka perlu dicurigai sebagai talasemia minor sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut yaitu analisa Hb.
Sedangkan skrining restrospektif dilakukan pada keluarga inti dari pasien talasemia mayor dan dapat langsung dilakukan dengan menganalisa Hb.
Jika seseorang ternyata diketahui sebagai pembawa sifat talasemia, Agus menganjurkan untuk tidak menikah dengan orang yang juga membawa sifat talasemia, agar tidak lahir anak dengan talasemia mayor.
“Jadi dengan mengetahui status pembawa sifat talasemia, ini tentunya akan menjadi modal yang bagus untuk merencanakan pernikahan dan pengelolaan kesehatan selanjutnya yang lebih baik,” ujar Agus.