korannews.com – Kesadaran terhadap kesehatan mental yang ikut meningkat seiring dengan pandemi Covid-19, juga menumbuhkan peningkatan aplikasi tentang kesehatan mental di ranah digital.
Saat ini, ada ratusan ribu aplikasi yang mengklaim dapat meningkatkan kesehatan mental . Tetapi, ternyata tidak semuanya aman atau efektif.
Sekilas, penggunaan aplikasi kesehatan mental tampak seperti cara yang menggoda dan relatif murah untuk mendapatkan bantuan, di tengah tingginya permintaan terhadap terapis dan daftar tunggu yang panjang.
Banyak aplikasi yang mengklaim dapat membantu mengatasi berbagai masalah seperti kecanduan, sulit tidur, kecemasan, dan skizofrenia. Penggunanya sering kali dilakukan dengan alat seperti gim, chatbot terapi, atau buku harian pelacakan suasana hati.
Situs The New York Times melaporkan, kebanyakan aplikasi kesehatan mental ini tidak diatur. Meskipun beberapa dianggap berguna dan aman, yang lain mungkin memiliki kebijakan privasi yang goyah (atau tidak ada) dan kurangnya penelitian berkualitas tinggi. Ini menunjukkan bahwa aplikasi tersebut hanya memenuhi klaim pemasaran mereka.
Direktur Eksekutif One Mind PsyberGuide (sebuah proyek nirlaba yang meninjau aplikasi kesehatan mental ), Stephen Schueller mengatakan, kurangnya peraturan telah menciptakan kondisi ketidakteraturan.
Hal ini diperburuk ketika Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat melonggarkan persyaratan untuk produk psikiatri digital pada 2020. Sulit untuk menentukan jumlah pasti aplikasi kesehatan mental yang tersedia. Tetapi, sebuah perkiraan dari 2017 mengatakan, setidaknya ada 10.000 aplikasi yang tersedia untuk diunduh.
“Dan, produk digital ini menjadi bisnis yang menggiurkan. Pada akhir tahun lalu, Deloitte Global memperkirakan bahwa pengeluaran di seluruh dunia untuk aplikasi kesehatan mental seluler akan mencapai hampir 500 juta dolar AS pada 2022,” katanya.
Direktur Divisi Psikiatri Digital di Beth Israel Deaconess Medical Center, Dr John Torous mengatakan, secara umum, aplikasi kesehatan mental dapat membantu orang mendapatkan wawasan tentang bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan mereka berinteraksi satu sama lain.
“Aplikasi tersebut juga dapat membantu memfasilitasi keterampilan yang dipelajari pasien selama terapi,” ujarnya.
Namun demikian, aplikasi kesehatan mental tidak bisa menjadi pengganti terapi. Terutama, untuk pasien yang memiliki gejala mengganggu.
”Ini bukan perawatan yang berdiri sendiri. Aplikasi- aplikasi ini bisa efektif apabila digunakan bersama-sama dengan terapi. Idealnya, aplikasi kesehatan mental mengajarkan keterampilan atau memberikan pendidikan. Ini juga bisa menjadi awal untuk berpikir bahwa mungkin orang itu harus mencari bantuan yang lebih profesional,” kata Vaile Wright, Direktur Senior Inovasi Perawatan Kesehatan di American Psychological Association.
Tidak akurat
Selama ini, FDA hanya mengatur sebagian kecil aplikasi yang menyediakan perawatan atau diagnosis atau terkait dengan perangkat medis. Tetapi, sebagian besar aplikasi kesehatan mental tersebut tidak tunduk pada pengawasan pemerintah.
Dengan demikian, para ahli mengingatkan bahwa beberapa aplikasi membuat klaim pemasaran yang tidak berdasar. Atau lebih buruk lagi, menawarkan informasi yang tidak akurat dan berpotensi berbahaya.
”Jumlah produk jauh melampaui bukti penelitian yang ada. Dan, sayangnya, banyak penelitian yang ada di bidang ini dilakukan secara internal oleh perusahaan. Bukan dari kelompok luar yang tidak memihak atau independen,” kata Schueller.
Dalam sebuah makalah baru-baru ini, Dr Torous dan rekan-rekannya memeriksa kesenjangan peraturan dalam aplikasi kesehatan digital. Temuan itu mengungkapkan berbagai masalah yang dapat muncul, seperti nomor telepon yang tidak akurat untuk saluran bantuan krisis bunuh diri.
Makalah itu juga menyoroti studi sebelumnya. Studi itu menemukan bahwa 29 dari 36 aplikasi peringkat teratas untuk depresi dan berhenti merokok, te lah membagikan data penggunanya ke Facebook atau Google.
Namun, 12 aplikasi yang secara akurat mengungkapkan ini dalam kebijakan privasi mereka. Pada Maret 2022, sebuah penelitian menyimpulkan bahwa aplikasi yang dibuat untuk membantu penderita skizofrenia, bekerja tidak lebih baik daripada plasebo (dalam hal ini, penghitung waktu mundur digital). ”Semua aplikasi yang mengklaim efektif dalam studi awal atau uji kelayakan, mungkin perlu mempelajari diri mereka sendiri dengan sains berkualitas lebih tinggi,” kata Torous. Torous mengatakan, sebagai dokter, dia telah menggunakan aplikasi dalam perawatan, selama lebih dari lima tahun. Namun, dia mengaku, hingga saat ini masih saja selalu sulit untuk memahami aplikasi yang cocok bagi pasiennya. “Alih-alih hanya mencari aplikasi terbaik atau yang memiliki peringkat terbanyak, cobalah untuk membuat keputusan yang tepat tentang aplikasi mana yang paling cocok untuk Anda,” ujarnya.***