korannews.com – Larangan penggunaan produk plastik sekali pakai memang sudah diterapkan di sebagian wilayah. Tak hanya di Indonesia, larangan penggunaan produk plastik sekali pakai juga digaungkan oleh pemerintah di berbagai negara untuk melawan pencemaran lingkungan.
Meskipun sudah diterbitkan larangan, produksi, penggunaan, dan pembuangan plastik masih terjadi nyaris seperti biasanya.
Dilansir Pikiran-Rakyat.com dari The Conversation Indonesia, sebuah studi dari The Global Plastics Policy Centre University of Portsmouth, Inggris menelaah 100 kebijakan yang terbit untuk melawan pencemaran plastik di seluruh dunia.
Dari studi tersebut, setidaknya ada 3 tips yang perlu dilakukan agar larangan penggunaan produk plastik sekali pakai lebih mudah diterapkan.
Penggunaan produk plastik sekali pakai akan semakin enggan mematuhi larangan jika produk penggantinya sulit didapat.
Antigua dan Barbuda mengatasinya dengan berinvestasi pada riset material-material ramah lingkungan.
Negara yang terletak di Laut Karibia itu berhasil mencari bahan terjangkau untuk menggantikan plastik , seperti ampas hasil pengolahan tebu.
Supaya masyarakat mendukung larangan plastik , pemerintah perlu mengintervensi harganya supaya material alternatif bisa lebih murah.
Bahan atau produk pengganti plastik juga harus berdampak lebih rendah terhadap lingkungan. Sebab, bahan pengganti tidak selamanya lebih baik.
Penggantian tas plastik dengan kertas, misalnya, bukanlah gagasan terbaik jika kita memperhitungkan dampak lingkungan seluruh daur hidupnya.
Berdasarkan pengalaman negara lain, larangan yang diterapkan secara bertahap akan meningkatkan peluang keberhasilannya.
Di Antigua dan Barbuda, larangan kantong plastik pada 2016 dan 2017 memicu dukungan untuk larangan produk plastik lainnya pada 2017 dan 2018.
Dalam dua periode itu, larangan pertama kali dikenakan pada impor (pengadaan produk), kemudian setelah itu larangan diberlakukan pada distribusinya.
Tahapan ini memberikan waktu pemasok untuk mencari produk alternatif sekaligus menghabiskan sisa stoknya.
Pendekatan ini juga sukses dilakukan Inggris dalam larangan sedotan plastik , cotton buds, dan pengaduk di Inggris pada 2020.
Kebijakan tersebut memungkinkan peritel menghabiskan stoknya selama periode sosialisasi selama enam bulan mengikuti pengenalan larangan tersebut.
Pemerintah perlu melakukan kampanye untuk menjelaskan alasan larangan diberlakukan, dan manfaatnya bagi masyarakat.
Kampanye juga harus disertai informasi tentang produk pengganti untuk mendukung larangan tersebut. Kolaborasi bersama publik semacam ini juga dibutuhkan untuk memicu inovasi.
Larangan plastik sekali pakai dapat menginspirasi perubahan sistem sosial sekaligus merombak hubungan setiap orang dengan plastik .
Akan tetapi, tanpa perencanaan produk pengganti yang tepat dan terjangkau, kebijakan yang bertahap, dan upaya meraih dukungan publik serta pertimbangan seluruh daur ulang plastik , larangan ini hanya akan berdampak kecil terhadap lingkungan.***