Kopi menjadi komoditas yang semakin penting di kawasan sekitar Danau Toba. Bahkan saat ini banyak sekali kafe yang menawarkan kopi arabika hasil dari kawasan ini. Dampaknya permintaan kopi yang diproduksi dari kawasan Danau Toba pun mengalami kenaikan.
Reni Marpaung, salah satu petani kopi yang tinggal di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, mengungkapkan bahwa saat ini dirinya tidak mengalami kesulitan untuk menjual kopi-kopi yang dihasilkan dari lahan keluarganya.
Kopi yang ditanamnya pun perlahan-lahan menjadi sumber pendapatan utama bagi keluarga. Apalagi, saat ini para petani bisa melakukan pemanenan 2 minggu sekali seiring dengan peremajaan tanaman kopi dengan memanfaatkan varietas unggul, yakni jenis Komasti.
Sebelumnya, kata Reni, para petani tidak bisa berharap banyak ketika mereka menanam varietas lokal, yakni kopi sigarar utang. Dulu kopi hanya sebagai tanaman pelengkap, yang ditanam di sela-sela tanaman lain seperti jagung, cabai, dan sebagainya. “Sekarang, kopi justru yang paling menguntungkan dibandingkan dengan tanaman lain,” katanya.
Reni menyebutkan, dia bisa memanen kopi yang ada di lahannya seluas sekitar 4.000 meter persegi dalam 2 minggu sekali. Dari panen itu, Reni bisa meraup sekurang-kurangnya Rp1,5 juta dari penjualan kopi yang telah menjadi green bean.
Para petani lain juga kurang lebih bisa memperoleh hasil yang sama dengan Reni. Hal ini karena para petani kopi di wilayah tersebut menggunakan varietas kopi Komasti yang berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa Timur.
Varietas Komasti saat ini menjadi primadona petani karena bisa berbuah hanya dalam rentang waktu 1,5 tahun sejak penanaman. Sementara itu benih lokal baru bisa berbuah paling cepat 2 tahun. Dengan catatan tidak terkena penyakit yang kerap menyerang tanaman kopi seperti karat daun.
Sama seperti Reni, Fitri Barimbing mengatakan, dengan kopi, pendapatan keluarganya menjadi lebih stabil. Dia bisa menabung untuk memenuhi berbagai keperluan dari hasil penjualan kopi. “Bahkan kalaupun anak ingin sekolah tinggi, kami sudah siap karena kopi yang kami tanam ini bisa diandalkan hasilnya,” ucap Fitri bangga.
Fitri juga mengungkapkan, para petani di wilayahnya mulai mengalami perbaikan kesejahteraan dari kopi sejak menjalin kemitraan dengan PT Toba Pulp Lestari Tbk. Perusahaan produsen bubur kertas ini banyak memberikan pendampingan dan pelatihan untuk para petani agar bisa menghasilkan kopi yang memiliki produktivitas tinggi.
“Saya melihat sendiri, kopi-kopi yang kami tanam menjadi lebih produktif dan lebih menghasilkan setelah kami mengimplementasikan teknik penanaman yang diajarkan oleh TPL,” ujarnya.
Community Development / Corporate Social Responsibility Officer PT Toba Pulp Lestari Tbk Tasya Sirait mengungkapkan, perusahaan memang memiliki program untuk memberdayakan para petani kopi di kawasan Danau Toba yang diberi nama Sekolah Kopi.
Tak hanya mengajarkan cara roasting dan penyajiannya, Sekolah Kopi TPL juga mengajarkan para petani kopi teknik menanam yang baik agar kopi yang ditanam bisa menghasilkan lebih maksimal.
“Sebelum kami memberikan bantuan, kami melakukan survei dulu ke lahan yang digunakan oleh petani, serta melihat berbagai kendala yang dihadapi. Setelah itu, kami memberikan bantuan sekaligus pelatihan dan pendampingannya,” terang Tasya.
Beberapa teknik yang diajarkan oleh TPL ke petani kopi adalah penanaman dan pemeliharaan. Karena bagaimanapun, agar lebih produktif, tanaman kopi harus dikelola dengan baik.
Hingga saat ini PT TPL membina tak kurang dari 200 petani kopi yang ada di sekitar Danau Toba, seperti halnya di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba, Kabupaten Humbang Hasundutan, serta Kabupaten Tapanuli Utara.
Editor : Eva Martha Rahayu
Swa.co.id
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.