Termasuk Tindakan Ilegal hingga Ganggu Produsen Lokal, Kemenkop UKM Berharap Thrifting Dibatasi

Termasuk Tindakan Ilegal hingga Ganggu Produsen Lokal, Kemenkop UKM Berharap Thrifting Dibatasi

korannews.com – Agar tidak merusak industri garmen dalam negeri, Kementerian Koperasi dan UKM berharap penjualan pakaian bekas impor atau thrifting di media sosial dibatasi. Pembatasan harus diterapkan agar produk UMKM dapat tumbuh dan berkembang di industrinya sesuai harapan.

“Kita harapkan ada pembatasan penjualan ( thrifting ) di media sosial,” ujar Hanung Harimba Rachman selaku Deputi Bidang UKM Kemenkop dan UKM.

Menurutnya, aktivitas tersebut harus dibatasi karena banyaknya penawaran para pelaku thrifting untuk ikut serta dalam retail. Sisi lainnya, Kemenkop UKM juga mengaku kesulitan melacak penjualan di media sosial karena tidak ada platform dan data yang jelas seperti penjual di e-commerce.

Thrifting atau yang lebih banyak dipahami masyarakat sebagai kegiatan jual beli pakaian bekas, belakangan semakin marak. Fenomena ini bisa dibilang tengah menjadi primadona dan sukses menyasar berbagai pasar dari segala umur dan kelas sosial.

Dalam konteks transaksi jual beli, thrifting merajai kolam media sosial hingga e-commerce. Berbanding terbalik dengan dulu, saat produk-produk ini hanya dijual di sentra pakaian bekas seperti Pasar Senen, Jakarta, dan Pasar Gedebage, Jawa Barat.

Pasalnya, impor pakaian bekas merupakan tindakan ilegal berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 mengenai Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis, sejumlah alasan pakaian bekas dilarang untuk diimpor. Mulai dari masalah kesehatan hingga lingkungan.

Pakaian bekas impor juga merugikan produsen UKM karena barang tersebut merupakan barang branded, lalu dijual bekas dan murah.

“Masyarakat kita ini kan masih banyak yang suka (barang) branded dan sensitif dengan harga, jadi hal ini mengganggu UMKM kita, mengganggu produsen-produsen produk (lokal) yang lebih sehat,” ujarnya.

Terdapat sejumlah tantangan dalam penegakan hukum mengenai barang impor termasuk pakaian. Pertama, wilayah Indonesia yang luas yang menyebabkan aparat penegak hukum dan stakeholder terkait kesulitan memberantas impor ilegal tersebut. Kemudian tantangan lainnya adalah kesadaran dari konsumen dan penjual.

“Banyak yang menganggap bahwa produk ini produk yang tidak dilarang diimpor dan juga masyarakat kita masih belum banyak yang mendukung kebijakannya,” katanya.

Berdasarkan data Investor Daily tahun 2023, ada beberapa juga pedagang yang sudah tahu seperti para penjajak pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta. Mereka membeli dari pihak ketiga.

Faktor lainnya yang menyebabkan penanganan pakaian bekas impor tak kunjung usai adalah alokasi dana yang sangat terbatas untuk memusnahkan tumpukan barang-barang atau sampah tersebut. Oleh karenanya, Kemenkop UKM mengusulkan agar penjualan pakaian impor bekas di media sosial juga turut dibatasi.

Selain itu, perlu juga untuk mengusut importir di sentra pakaian bekas sampai ke akarnya. Paling utama adalah pemahaman tentang literasi, sosialisasi produk, dan intensifkan gerakan bangga buatan produk Indonesia.***

Exit mobile version