korannews.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I Jumat (14/10/2022), setelah sempat menghijau di awal perdagangan merespon inflasi Amerika Serikat (AS) yang mulai melandai. Namun, kondisi pasar sepertinya masih tak pasti sehingga sulit membuat IHSG terangkat.
IHSG mengawali perdagangan melesat 0,74% ke posisi 6.931,47 dan ditutup melemah dengan koreksi 0,14% atau 9,63 poin, ke 6.870,99 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 6,17 triliun dengan melibatkan lebih dari 14 miliar saham yang berpindah tangan 717 kali.
Level tertinggi berada di 6.943,86 sesaat setelah perdagangan dibuka, sementara level terendah berada di 6.863,1 sekitar pukul 11:00 WIB. Mayoritas saham siang ini terpantau masih saja mengalami penurunan.
Statistik perdagangan mencatat ada 290 saham yang melemah dan 206 saham yang mengalami kenaikan dan sisanya sebanyak 173 saham stagnan.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 296,7 miliar. Sedangkan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 283,3 miliar dan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) di posisi ketiga sebesar Rp 236,8 miliar.
IHSG sempat menghijau dipicu oleh indeks acuan Amerika Serikat (AS) yang berbalik secara frontal dari anjlok lebih dari 2% pada awal perdagangan menjadi menguat 2% lebih pada akhir perdagangan.
Pembalikan arah yang luar biasa pada perdagangan kemarin juga mengakhiri tren negatif bursa AS yang sudah berkutat di zona merah sejak Rabu pekan lalu atau dalam enam hari terakhir.
Indeks Dow Jones melonjak 827, 87 poin atau 2,83% dan mengakhiri perdagangan di posisi 30.038,72. Padahal, indeks sempat ambles 500 poin di awal perdagangan. Indeks S&P mengakhiri perdagangan di posisi 3.669,91. Indeks menguat 92,88 poin atau 2,6% setelah sempat ambruk 2,4% lebih pada awal perdagangan.
Indeks Nasdaq melesat 232,05 poin atau 2,23% dan mengakhiri perdagangan di posisi 10.649,15 padahal sempat anjlok hampir 3% pada awal perdagangan.Pembalikan arah secara frontal merupakan respon pelaku pasar atas data inflasi AS September. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS mencapai ke 8,2% (year-on-year/yoy) pada September.
Laju inflasi memang lebih rendah dibandingkan pada Agustus yang tercatat 8,3% (yoy) tetapi masih di atas ekspektasi pasar yakni 8,1% (yoy).Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi tercatat 0,4% pada September atau meningkat dibandingkan pada Agustus yang tercatat 0,1%. Inflasi inti menyentuh 6,6 % (yoy) pada September, level tertingginya sejak 1982 atau 40 tahun terakhir.
Data inflasi membuat pelaku pasar menghapus harapan mereka jika The Fed akan melonggarkan kebijakan moneter dalam waktu dekat. Namun, pelaku pasar juga mulai meyakini jika inflasi AS sudah mencapai puncaknya dan akan terus melandai ke depan.
Kendati demikian, kabut hitam kelabu masih menyelimuti pasar keuangan. Masih ada banyak sentimen negatif yang masih membayangi pasar mulai dari kisruh di pasar obligasi Inggris, muramnya perekonomian China, hingga ekspektasi berlanjutnya kebijakan hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
Sebagian pelaku pasar masih saja khawatir bahwa The Fed akan melanjutkan kebijakan hawkish-nya setelah risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) September lalu keluar pada Kamis.
Dalam risalah tersebut, pejabat The Fed menegaskan sikapnya untuk membawa inflasi ke kisaran 2%. The Fed tidak mau mengambil risiko dengan terlambat memerangi inflasi karena ongkosnya bisa lebih mahal. Bank sentral AS pun akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi bergerak di kisaran target mereka.
Partisipan melihat jika inflasi masih terlalu tinggi dan menggarisbawahi pentingnya stance kebijakan tegas selama mungkin jika diperlukan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahayanya mengakhiri kebijakan ketat secara prematur,” tulis risalah FOMC, dikutip dari website The Fed.
Dari dalam negeri, kabar baik datang dari penjualan mobil domestik. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil nasional September 2022 mencapai 99.986 unit. Jumlah tersebut melonjak 19% dibandingkan periode September 2021 yang tercatat sebanyak 84.113 unit.
Penjualan bulan September ini juga merupakan rekor baru sejak awal tahun 2022, bahkan sejak awal tahun 2021.
Lonjakan penjualan mobil pada September menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia. Penjualan mobil dan semen adalah indikator pergerakan konsumsi masyarakat Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA