Pandemi Covid-19 memberikan perubahan perilaku masyarakat akan gaya hidup yang lebih sehat. Perubahan itu misalnya tampak dari peningkatan permintaan atas produk-produk suplemen, produk herbal, dan produk healthcare.
Perubahan perilaku yang menempatkan kesehatan sebagai prioritas ini akan menjadi landasan pertumbuhan industri kesehatan yang lebih kokoh. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, selama Kuartal I/2022, total output sub-sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional mencapai Rp 59,88 triliun. Angka ini meningkat 6,47 persen ketimbang periode yang sama tahun 2021.
Jika dibandingkan dengan dua kuartal sebelumnya, yang masing-masing naik 9,71 persen dan 8,28 persen; pertumbuhan sub-sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional memang cenderung melambat. Namun perlu dicatat, perlambatan akibat redanya pandemi ini dibarengi dengan perubahan perilaku masyarakat soal gaya hidup sehat.
Selain perubahan perilaku konsumen, pertumbuhan industri kesehatan juga akan dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mendorong substitusi produk impor dan mengutamakan pemakaian produk dalam negeri.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pun menginisiasi adanya transformasi di bidang kesehatan. Menkes telah menetapkan ada 6 jenis transformasi yang akan dilakukan, yakni transformasi Layanan Primer, Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, SDM Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.
Melalui Instruksi Presiden No.6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, yang diikuti dengan Peraturan Menteri Perindustrian No.16/2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pemerintah menetapkan pemakaian bahan baku lokal untuk produk alat kesehatan, rata-rata TKDN ditargetkan mencapai 43 persen pada 2021, dan terus meningkat menjadi 50 persen pada 2024. Sasaran peningkatan TKDN ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Untuk mendorong pertumbuhan sektor ini, Kementerian Perindustrian RI telah menempatkan industri farmasi dan alat kesehatan sebagai sektor yang masuk dalam 7 prioritas pada roadmap Making Indonesia 4.0. “Kami berharap dunia usaha memanfaatkan peluang ini untuk mengisi pasar alat kesehatan di dalam negeri dan meningkatkan kualitas untuk merebut pasar ekspor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Sementara Argon Group merupakan salah satu distributor terbesar produk farmasi dan alat kesehatan di Indonesia. Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, perusahaan didukung oleh jaringan distribusi yang terdiri dari 1 National Distribution Center, 33 gudang cabang, serta 3 kantor perwakilan yang menjangkau 34 provinsi di Indonesia.
End-to-end competency yang dimiliki oleh Argon Group memperkuat pilar ke-3 program transformasi sistem kesehatan, yaitu transformasi sistem ketahanan kesehatan, terutama sektor farmasi dan alat kesehatan.
“Kami diperkuat oleh lebih dari 800 tenaga penjual dan 2.388 tenaga profesional. Mereka mengelola 6.000 SKU untuk melayani 70.100 pelanggan, yang terdiri dari rumah sakit, klinik dan outlet farmasi,” kata Presiden Direktur Argon Group Krestijanto Pandji di Jakarta (30/06/2022).
Selama ini Argon Group dikenal sebagai grup usaha yang mengedepankan teknologi digital yang terintegrasi dan pengambilan keputusan berdasarkan data (data driven initiative), termasuk diantaranya keputusan untuk memasuki pasar regional di Kamboja. “Argon Group memetik peluang pertumbuhan industri kesehatan di Asia dengan melakukan ekspansi ke Kamboja, sebagai bagian dari ekspansi kami ke pasar regional,” kata Krestijanto.
Kiprah Argon Group dimulai pada 1980 dengan mendirikan PT Anugrah Argon Medica (AAM) sebagai distributor produk farmasi PT Dexa Medica. Untuk memperluas cakupan distribusi, setahun kemudian Argon mengambil alih perusahaan distribusi lain, yakni PT Djembatan Dua (DD).
Tahun 1996, AAM memosisikan diri sebagai perusahaan distribusi farmasi yang independen, sekaligus menjadi mitra bagi perusahaan di bidang healthcare. Pada 2010, grup memfokuskan Djembatan Dua sebagai perusahaan pemasaran alat kesehatan.
Pada 2018, Argon Group memasuki pasar regional. Argon menggandeng Dynamic Pharma membentuk perusahaan patungan Dynamic Argon Co Ltd, untuk memasarkan produk farmasi dan kesehatan di Kamboja. Dengan terbentuknya Dynamic Argon, perseroan kini memiliki tiga anak perusahaan yang mendistribusikan lebih dari 6.000 produk farmasi, produk kesehatan, dan alat kesehatan, yang berasal dari sekitar 70 perusahaan prinsipal nasional dan internasional.
Tahun 2020, Argon Grup mendirikan PT Deca Metric Medica sebagai produsen alat kesehatan. Keputusan ini merupakan langkah penting perseroan untuk mendukung
kebijakan pemerintah dalam menggalakkan pemakaian alat kesehatan produksi dalam negeri dengan nilai TKDN yang tinggi agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
Langkah tersebut diharapkan dapat menumbuhkan industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri, sekaligus menurunkan impor produk farmasi dan alat kesehatan. Menurut data UN Comtrade dan BPS, defisit produk farmasi Indonesia selama lima tahun terakhir (2017 – 2021) terus meningkat, dan terakhir mencapai US$ 3,8 miliar pada 2021. Pada periode yang sama, nilai impor alat kesehatan tercatat US$ 10,1 miliar.
Data Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan mencatat, industri alat kesehatan melonjak 3,6 kali lipat menjadi 698 unit, dalam lima tahun terakhir. Selain itu, jumlah rumah sakit juga terus berkembang pesat. Selama sepuluh tahun terakhir (2011 – 2021), data BPS menunjukkan, jumlah rumah sakit melonjak hampir dua kali lipat, dari 1.721 unit menjadi 3.112 unit.
Dengan perubahan perilaku konsumen yang semakin memprioritaskan kesehatan dan kebijakan pemerintah yang mengutamakan produk dalam negeri, masa depan industri farmasi dan alat kesehatan akan sangat menjanjikan.
Swa.co.id
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.