Pengamat: Bank Harus Lakukan Uji Kelayakan Sebelum Restrukturisasi

Pengamat: Bank Harus Lakukan Uji Kelayakan Sebelum Restrukturisasi

Pengamat: Bank Harus Lakukan Uji Kelayakan Sebelum Restrukturisasi

Jakarta: Salah satu perusahaan tambang batu bara di Sumatra Selatan (Sumsel) diduga tengah mengajukan restrukturisasi kepada salah satu bank di Indonesia. Aksi korporasi tersebut diduga lantaran perusahaan tambang batu bara itu tidak mampu membayar cicilan termasuk bunga pinjamannya. 
 
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Perbankan Deni Daruri menyebut, sebelum menyetujui permintaan restrukturisasi maka bank harus melakukan uji kelayakan secara values. Hal ini bertujuan untuk melihat prospek usaha dari perusahaan yang mengajukan restrukturisasi.
 
“Apakah ketika direstrukturisasi memberikan dampak yang positif bagi perbaikan arus kas perusahaan dan apakah akan tidak memperbaiki arus kasnya? Sangat menentukan cara perbankan untuk memilah restrukturisasi seperti apa yang sebaiknya dilakukan dan restrukturisasi apa yang segera dilakukan perbaikan,” kata Deni, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 30 Juni 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dirinya mengungkap penyebab adanya perusahaan yang tidak mampu membayar bunga cicilan hingga kreditnya. Ia mengatakan hal tersebut dapat terjadi jika perusahaan-perusahaan yang bermasalah tersebut tidak cermat dievaluasi oleh bank dalam menganalisa 5C yang harus dipatuhi dalam memeriksa kemampuan calon debitur.

Ia menyebut jika restrukturisasi yang benar adalah restrukturisasi yang membuat perusahaan tersebut berorientasi semata-mata kepada pembayaran biaya-biaya variabelnya saja. Pasalnya, kata dia, jika perusahaan sampai berhenti beroperasi maka akan merugikan bank yang telah memberikan pinjaman dana.
 
Apalagi jika bank tersebut tidak memiliki kolateral atau jaminan dari kredit yang telah mereka berikan. Deni mengimbau agar semua bank di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberikan arahan yang jelas bagi dunia perbankan terkait restrukturisasi usaha hingga kredit yang memiliki target orientasi objektif yang jelas.
 
Pakar Hukum Bisnis dari Universitas Airlangga Budi Kagramanto menambahkan perbankan sepatutnya selektif dalam memberikan pendanaan atau pinjaman. Apalagi kepada perusahaan industri tambang dengan segala potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
 
Selektif yang dimaksud, lanjutnya, adalah memperhatikan prinsip kehati-hatian atau prudential banking dalam UU Perbankan, yang kemudian memuat aspek 5C yakni character (watak), capacity (kapasitas), capital (modal), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi perekonomian).
 
“Sekalipun, prinsip kehati-hatian dipenuhi, namun bank juga harus melihat dampak panjangnya bagaimana. Makanya harus selektif, agar tidak bertabrakan dengan kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup,” pungkas Budi.

 

(ABD)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Exit mobile version