Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan, pemerintah akan terus mencabut izin usaha pertambangan (IUP) kepada perusahaan yang terbukti melanggar. Ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Pencabutan IUP bagi sejumlah perusahaan tambang batu bara, nikel, bauksit, emas, timah, dan galian mineral ini, menurutnya, bukanlah bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. “Kami menegaskan, bahwa pencabutan yang dilakukan adalah dalam rangka penataan lahan,” jelasnya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Jumat (11/8).
Menurut Edward, pencabutan IUP ini bukan hanya berorientasi administrasi, melainkan terkait kelengkapan secara faktual. Artinya, perusahaan yang memiliki izin juga harus segera memanfaatkannya dengan beroperasi.
“Soal faktual ini, kami akan melakukan check and recheck terkait apa yang terjadi di lapangan,” katanya.
Wamen Edward juga menegaskan, kerja Satgas dalam menindaklanjuti pencabutan IUP ini berdasarkan 3 pilar utama, yaitu kelengkapan administrasi, kemanfaatan, dan keadilan. Apabila ada yang ditelantarkan atau tak digunakan, maka akan IUP dicabut.
“Secara kepastian hukum, dia memiliki IUP, tapi ditelantarkan. Maka, IUP itu akan dicabut atas nama kemanfaatan dan keadilan. Inilah yang kita lakukan dalam hal pendistribusian kepada masyarakat dan ini dituangkan dalam surat keputusan menteri,” imbuh Edward.
Lebih lanjut, Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyatakan, IUP yang dicabut dan telah melewati verifikasi akhir, maka lahan usaha akan dikembalikan kepada negara. Selanjutnya, didistribusikan kepada kelompok-kelompok yang dinilai layak berdasarkan skala prioritas dan keseriusan atau berdasarkan mekanisme yang tertuang dalam surat keputusan.
“Berdasarkan arahan Bapak Presiden yang mengatakan bahwa BUMD, Koperasi, UMKM, BUMDES, UMKM di daerah harus betul-betul mendapatkan maanfaat. Jadi, untuk perusahaan besar akan melalui mekanisme tender. Sedangkan kelompok-kelompok tadi, akan melalui mekanisme yang telah ditentujan dalam keputusan presiden dan keputusan menteri,” ujar Bahlil.
Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.