Pemerintah-DPR Diminta Kaji Ulang Pasal Zina dan Kumpul Kebo di RKUHP

Pemerintah-DPR Diminta Kaji Ulang Pasal Zina dan Kumpul Kebo di RKUHP

Pemerintah-DPR Diminta Kaji Ulang Pasal Zina dan Kumpul Kebo di RKUHP

Jakarta: Pemerintah dan DPR diminta mengkaji ulang sejumlah pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Terutama, pasal soal perzinaan dan kumpul kebo di luar nikah.
 
“Presiden Jokowi (Joko Widodo), pimpinan Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, dan lain- lain, perlu mempertimbangkan kembali RUU KUHP,  terutama pasal yang menyangkut consensual sex, perzinaan, kumpul kebo, pasal  415, 416,” kata pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, dalam keterangan tertulis, Senin, 11 Juli 2022.
 
Menurut Denny, pengkajian tersebut penting sebelum RKUHP disahkan menjadi UU. Jika disahkan, RKUHP akan menjadi sorotan negatif dunia internasional terkait hak asasi manusia (HAM).

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Consensual sex between adults, hubungan seks orang dewasa atas dasar suka sama suka, walau tak terikat pernikahan, itu adalah bagian dari hak asasi, pilihan gaya hidup,” kata dia.
 
Draf RKUHP mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebo dengan ancaman hukuman berbeda-beda. Bagi orang yang melakukan perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri diatur dalam Pasal 415 dengan ancaman hukuman satu tahun penjara.
 
Pada Pasal 415 ayat 2 dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut, yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
 
Sementara itu, hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam Pasal 416. Pasal itu menjelaskan setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan terancam pidana selama enam bulan.
 
Pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo, yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, atau bisa orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
 
Denny memahami perbuatan zina dan kumpil kebo berdosa menurut ajaran agama. Namun, perbuatan berdosa belum tentu kriminal.
 

Denny JA berpandangan consensual sex adalah masalah moral, bukan tindakan kriminal. Menurut dia, para pembuat undang-undang harus menyadari, kini masyarakat hidup di era global yang menghargai right to privacy.
 
Setiap individu, kata dia, harus dibolehkan memilih gaya hidupnya sendiri sejauh tidak melakukan kekerasan dan pemaksaan. Negara harus melindungi warga negaranya secara setara.
 
“Termasuk melindungi warga negaranya yang percaya hak asasi manusia, yang percaya right to sexuality, yang percaya consensual sex between adults,” ujar dia.
 
Denny mengutip ucapan seorang pengacara, bahwa anggota DPR yang mengesahkan RKUHP akan terkena senjata makan tuan. Praktik consensual sex between adults di luar penikahan diduga menjadi hal yang umum terjadi di kalangan politikus dan pengacara.
 
“Akan bertambah penuh lagi penjara di Indonesia jika RUU ini disahkan,” kata dia.
 
Denny menilai hidup bersama dua orang dewasa yang memilih tidak menikah, itu pilihan hak asasi warga negara. Pilihan moral dari setiap warga negara.
 
“Semua tindakan yang diakui sebagai bagian hak asasi manusia oleh PBB, di mana Indonesia juga anggota PBB, bukan wilayah hukum kriminal. Prinsip ini basis negara modern yang harus menjadi rujukan para politikus dan pemimpin nasional,” ucap dia.
 

(AZF)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!